tirto.id - Warga Jakarta yang hidup pas-pasan dan masih mengontrak rumah tentu senang betul ketika Anies Baswedan dan Sandiaga Uno menjanjikan program penyediaan rumah dengan uang muka atau down payment (DP) 0 rupiah dalam kampanye, tepatnya saat debat pada 10 Februari 2017.
Saat itu Anies mengatakan warga Jakarta sebetulnya bukan tidak mampu membayar kredit rumah, "tapi beban untuk membayar down payment yang besar sekali". Sementara Sandiaga mengatakan program ini bukan untuk "nyari untung", tapi dalam rangka "membantu warga Jakarta mendapatkan housing."
Gagasannya, uang muka ini ditalangi dulu--bukan digratiskan atau disubsidi--oleh pemprov lewat APBD. Uang muka akan dialihkan dan disisipkan dalam cicilan bulanan.
Usul DP 0 rupiah berasal dari kepala Anies. Hal ini diungkapkan oleh Sandiaga saat diwawancarai tim Tirto, setelah Pilkada DKI putaran pertama usai.
Dalam visi dan misinya, pada 21 Februari 2017, Anies dan Sandiaga menjelaskan perbedaan antara DP 0 baik "Persen" maupun "Rupiah". Bedanya ialah: DP 0 Rupiah, bank tetap mendapatkan uang muka, hanya saja atau disubsidi oleh Pemprov DKI Jakarta; Sedangkan DP 0 Persen, bank tidak mendapatkan uang muka sama sekali.
Anies dan Sandiaga, kita tahu, menang dan resmi menjabat Gubernur-Wakil Gubernur DKI Jakarta. Tapi hingga dua tahun masa pemerintahan, program ini belum juga terselenggara.
Calon konsumen bahkan kecewa karena ternyata hunian yang dijanjikan "kayak rumah mainan anak-anak" dan "ternyata cicilan yang harus dibayar cukup tinggi."
Dikritik DPRD
Memasuki akhir 2019, isu ini kembali mengemuka bersamaan dengan pembahasan APBD DKI 2020. Awalnya Pemprov DKI melalui Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PT. Sarana Jaya menganggarkan uang sebesar Rp2 triliun di KUA-PPAS 2020.
Anggaran ini dipangkas legislatif menjadi Rp1 triliun, Selasa (26/11/2019) lalu. Dengan sejumlah pertimbangan, anggaran itu dipotong lagi jadi Rp500 miliar. DPRD dan Pemprov DKI sepakat untuk berhenti pada angka setengah triliun.
Tidak berhenti sampai pemangkasan anggaran, legislatif juga mengkritik keras program ini dalam forum penyampaian pandangan umum fraksi-fraksi, terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang APBD DKI 2020, Rabu (4/12/2019) siang.
Kritik diawali oleh Fraksi PDIP. Mereka menganggap program ini bertolak belakang dengan visi menyediakan hunian terjangkau tapi tetap layak. Harga rumah ini, menurut anggota Fraksi PDIP Jhonny Simanjutak, "tidak terjangkau masyarakat berpenghasilan rendah."
Program rumah tanpa uang muka hanya bisa diikuti oleh warga berpenghasilan Rp7-10 juta per bulan--bukan buruh yang gajinya sebatas upah minimum.
Kritik juga disampaikan Fraksi PKS yang notabene partai pengusung Anies-Sandiaga saat Pilgub 2017. Ketua Fraksi PKS DPRD DKI Jakarta Mohammad Arifin terutama menyoroti praktik DP 0 Rupiah di rumah susun sederhana milik (rusunami) Klapa Village, Jakarta Timur. Di lokasi pertama program DP 0 Rupiah itu, dari 780 unit yang tersedia, baru 100 yang terjual.
Menurut Arifin, ini terjadi karena mekanisme yang tidak jelas di Unit Fasilitasi Pemilikan Rumah Sejahtera (UFPRS) dan Bank DKI. Keduanya, kata Arifin, perlu memperbaiki prosedur dan persyaratan kepemilikan rusunami tapi tetap harus berhati-hati agar di kemudian hari tak ada pembayaran cicilan yang macet.
Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman DKI Jakarta Kelik Indriyanto mengatakan banyak yang sudah dinyatakan memenuhi syarat administrasi oleh Dinas Perumahan tapi tidak lolos verifikasi bank.
Total, sejak November 2018 hingga Juli lalu, ada 2.359 orang yang mendaftar untuk ikut program DP 0 Rupiah, kata Kepala UFPRS Dzikran Kurniawan. Namun setelah proses verifikasi dokumen oleh Dinas Perumahan, yang lolos hanya 1.790 pemohon.
Juli lalu Dzikran mengatakan setelah konsultasi dengan Bank DKI, biasanya proses pengajuan kredit memakan waktu sekitar dua pekan. Dengan demikian, pada pertengahan atau akhir Agustus 2019 nama-nama yang pengajuan kreditnya disetujui oleh Bank DKI dapat diumumkan, dan dapat diadakan akad.
Namun, seperti disampaikan Kelik Indriyanto, baru 100 orang yang tercatat lolos verifikasi Bank DKI Jakarta.
Itu semua setelah melewati dua kali proses seleksi serta verifikasi, dan terjadi sepanjang dua tahun Anies memimpin Jakarta.
Pesimistis
Anggota Komisi D Bidang Pembangunan DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDIP Pantas Nainggolan mengatakan, salah satu masalah dari proyek ini adalah legislatif tidak pernah bisa mengawasi detail karena proyek tersebut digarap oleh BUMD.
"Begitu dia masuk ke BUMD, DPRD sudah kehilangan hak pengawasan. Hak DPRD di sana hanya sampai di PMD (Penyertaan Modal Daerah) saja; bujet. Operasionalnya kami sudah enggak punya jangkauan lagi," kata Pantas, Rabu (4/12/2019) malam.
"Beda kasus kalau proyeknya dipegang dinas. Itu tuntutan kita dari awal: Kenapa enggak ke Dinas Perumahan? Yang mengetahui kebutuhan semuanya adalah Dinas Perumahan."
Menurutnya Pemprov DKI harus lebih fokus menyelesaikan proyek pembangunan rusun bertarif rendah ketimbang DP 0 Rupiah. Namun karena program ini kadung berjalan, maka dia memutuskan "lihat dulu." "Kalau berhasil, ya lanjutkan," dan vice versa.
Di atas itu semua Pantas mengaku pesimistis program ini akan bisa terselenggara maksimal, mengingat saat ini unit yang tersedia hanya 780 dari target 232 ribu dalam RPJMD.
"Ini sangat jauh dari kebutuhan dan sangat jauh juga dari RPJMD," Pantas memungkasi.
==========
Adendum:
Naskah ini mengalami perubahan judul pada pukul 09.30, dari yang sebelumnya: "Rumah DP 0 Persen: Program Manis Anies Berakhir Miris".
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Rio Apinino