tirto.id - Pekan lalu jagat internet dihebohkan program jahat alias malwareWannaCry yang menyerang sekitar 150 negara, termasuk Indonesia. Para peretas memanfaatkan program tersebut untuk meminta tebusan uang pada lembaga atau institusi yang diretas. Kejadian ini bahkan diperkirakan merugikan perekonomian hingga ratusan juta dolar. Denyut bisnis tergoncang, tapi sempat membuat saham perusahaan keamanan siber menguat.
Dalam dekade terakhir perkembangan teknologi yang melaju pesat memang berbanding lurus dengan semakin lebarnya tindak kejahatan siber: mulai dari yang terang-terangan merampok seperti malware WannaCry, hingga ancaman semakin sempitnya ruang privasi seseorang.
Hal ini jadi perhatian Rueben Paul pendiri Cyber Shaolin, sebuah perusahaan teknologi informasi di bidang keamanan siber. Di depan konferensi teknologi internasional, bocah 11 tahun yang juga berprofesi sebagai peretas itu memberikan ceramah tentang mudahnya barang-barang di sekeliling kita yang terkoneksi internet (IOT) berubah jadi senjata siber.
“Dari pesawat terbang sampai mobil, dari ponsel sampai perabotan rumah, apa saja bahkan mainan pun bisa jadi bagian IOT,” kata Rueben.
“Semuanya bisa jadi senjata (untuk memata-matai),” kata bocah dari Austin, Texas ini.
Untuk membuktikan perkataannya, Reuben mendemonstrasikan bagaimana boneka Teddy Bear-nya yang bernama Bob berubah jadi senjata mata-mata.
Bob adalah jenis boneka yang terkoneksi internet. Lewat WiFi di ruang konferensi itu, dan Bluetooth yang terpasang pada Bob, Rueben memindai seantero aula agar bisa terkoneksi dengan semua perangkat ber-Bluetooth di sana. Sekonyong-konyong, komputer Reuben mengunduh lusinan nomor-nomor, termasuk sejumlah nomor rahasia. Proses peretasan itu dibantu dengan perangkat milik Reuben yang dinamainya “Raspberry Pi”.
Kemudian, menggunakan bahasa komputerisasi bernama Python, ia meretas ke dalam boneka beruangnya, melalui salah nomor untuk menyalakan salah satu lampu dan merekam pesan dari penontonnya.
“Kebanyakan alat-alat yang terkoneksi internet juga punya fungsional Bluetooth…Pada dasarnya yang kutunjukkan barusan adalah bagaimana aku bisa terkoneksi dengan Bluetooth dan mengirimkannya perintah untuk merekam suara dan memainkan lampu,” jelas Reuben seperti dilansir dari The Guardian.
Informasi yang dibagikan Reuben ini bisa jadi peringatan besar buat banyak orang. Alat-alat itu bisa dipakai untuk mencuri informasi privasi, jadi alat memata-matai anak, atau meretas GPS di gawai untuk mengetahui lokasi seseorang. “Lebih parahnya, sebuah mainan bisa saja bilang temui aku di lokasi ini, nanti aku jemput,” ungkap Reuben mencontohkan kemungkinan penculikan yang bisa dikembangkan dari peretasan tersebut.
Sejak kecil Reuben memang punya ketertarikan mempelajari keamanan informasi. Ia telah mempelajari teknologi informatika dan ilmu komputer sejak umur 5 tahun, dan menjadi ahli di bidang keamanan siber di usia delapan. Selain punya perusahaan keamanan siber-nya sendiri, Reuben juga sering dipanggil menjadi pembicara dalam konferensi teknologi internasional.
Dalam wawancaranya dengan David Bisson dari Trip Wire, Reuben yang waktu itu berumur 8 tahun bahkan punya ide untuk memasukkan keamanan informasi dalam kurikulum sekolah dasar. “Menurutku, sekolah harusnya membicarakan keamanan siber beriringan dengan cyberbullying,” kata Reuben, sebab, “Makin banyak anak-anak hari ini yang menggunakan teknologi untuk menjahili sesamanya, yang bisa memicu trauma emosional dan pikiran bunuh diri.”
Mano Paul, ayah Reuben yang juga seorang peretas dan akhli teknologi informatika, mengaku terkejut dengan kemaampuan anaknya yang berhasil membongkar kerentanan peretasan pada mainan. Namun ada yang dikhawatirkan Mano Paul dari kesuksesan Reuben tersebut, seperti dilansir dari The Guardian.
“Artinya anak saya sedang bermain dengan bom waktu, bisa saja nanti suatu waktu seseorang bisa memanfaatkannya,” kata Mano.
Namun, di luar apa yang jadi kekhawatiran sang ayah, Reuben telah membuka mata kita bahwa serangan siber begitu dekatnya, ia bisa datang kapan pun, di mana pun, dan dengan peranti apa saja di sekeliling kita yang terkoneksi dengan internet.
Penulis: Aulia Adam
Editor: Suhendra