tirto.id - Direktur Keamanan Siber dan Sandi Keuangan, Perdagangan, dan Pariwisata Deputi IV BSSN, Edit Prima, menuturkan saat ini sektor keuangan masih rentan terhadap serangan malware atau virus dengan sebutan Ransomware. Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mencatat dari 160 juta anomali malware, sebanyak 966.533 terindikasi Ramsomware.
Serang siber jenis Ransomware ialah jenis perangkat perusak yang dirancang sedemikian rupa untuk menghalangi akses kepada sistem komputer atau data. Tujuannya, untuk meminta tebusan dibayarkan agar sistem digital dapat kembali digunakan.
“Dari 160 juta anomali Ramsomware, hampir satu juta terindikasi Ramsomware malware,” ucap Edit di Hotel Kempinski, Jakarta, Selasa (14/11/2023).
Menurut Edit, Ransomware merupakan salah satu virus yang masuk kepada jajaran 10 virus yang mematikan. 10 virus itu adalah Luna Moth, WannaCry, Locky, LockBit, Darkside, Ryuk, Troldesh, Grandcrab, STOP, Aaurora.
Data SmallBiz Trends 2023 menyebut, 1 dari 4 perusahaan terdampak Ransomware bangkrut dan 2 dari 4 perusahaan kehilangan reputasi.
“Jadi tentunya ini menjadi PR kita bersama bahwa Ramsomsare menjadi ancaman yang siginifikan,” kata Edit.
Dalam mengatasi virus mematikan tersebut, ada beberapa hal yang perlu dilakukan yaitu dari aspek people, process dan technology. People (pengguna) adalah upaya meningkatkan kewaspadaan keamanan atau security awareness untuk seluruh organisasi terkait penggunaan teknologi informasi.
“Mewaspadai email sebagai initial access atau pintu masuk sarana penyebaran Ransomware, terutama email dengan attachment executable,” ujar Edit.
Selanjutnya dari sisi process yaitu, peningkatan tata kelola keamanan siber level organisasi dan juga memastikan pembaruan perangkat antivirus dan pengamanan lainnya.
Tidak hanya itu, dari sisi technology yakni meningkatkan kemampuan web filtering. Web filtering adalah penyaringan situs yang diakses.
Serangan siber di Tanah Air, kata dia, bermula dari hal sederhana yakni keteledoran pengguna sebagai karyawan dalam menggunakan akun email. Misalnya, asal klik situs tanpa memperhatikan secara detail.
“Bukan hanya email saja, tapi juga sudah banyak di whatsapp dan media-media lain,” kata Edit.
Sementara itu, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dian Ediana Rae, menyebut Indonesia sebagai salah satu negara yang paling banyak menerima serangan siber. Bahkan, Indonesia menempati peringkat ketiga dunia sebagai negara dengan serangan siber terbanyak.
"Indonesia masuk lima besar dari negara yang paling banyak mendapat serangan (siber). Nah, nomor tiga persisnya," ujar Dian di Hotel Kempinski, Jakarta Pusat, Selasa (14/11).
Dalam bahan paparannya, jumlah serangan siber ke Indonesia mencapai 13,2 miliar pada 2022 lalu. Sementara, jumlah serangan siber yang dialami Rusia dan Prancis masing-masing mencapai 22,3 miliar dan 13,8 miliar.
"Saya kira ini sangat-sangat besar (jumlah serangan siber), hanya kalah dari Rusia dan Prancis," beber Dian.
Penulis: Hanif Reyhan Ghifari
Editor: Anggun P Situmorang