tirto.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bareskrim Polri yang tergabung dalam Satuan Tugas Penanganan Dugaan Tindakan Melawan Hukum di Bidang Penghimpunan Dana Masyarakat dan Pengelolaan Investasi atau Satgas Waspada Investasi (SWI), sepakat menindak pelaku investasi ilegal dan fintech ilegal.
Ketua SWI Tongam Lumban Tobing menyatakan kerja sama ini guna melindungi kepentingan masyarakat. Sejak 2018, ribuan fintech tak terdaftar di OJK. Berdasarkan data SWI, ada ribuan Fintech Peer to Peer (P2P) Lending yang tidak memiliki izin usaha dari OJK sesuai POJK Nomor 77/POJK.01/2016.
Fintech ilegal berpotensi merugikan masyarakat. "Pada tahun 2018 ada 404 entitas. Sedangkan tahun 2019, ada 826 entitas. Total yang telah ditangani sejak 2018 ada 1.230 entitas," ucap Tongam, di Mabes Polri, Jumat (2/8/2019)
Data ini termasuk tambahan penanganan yang dilakukan SWI pada 16 Juli 2019, yaitu 143 Fintech P2P Lending ilegal. Berdasarkan hasil penelusuran terhadap lokasi server entitas, 42 persen entitas tidak diketahui asalnya. 22 persen entitas dari Indonesia dan 15 persen dari Amerika Serikat.
"Sisanya dari berbagai negara lain, namun hal tersebut tidak menunjukkan identitas sesungguhnya dari pelaku di balik entitas," sambung Tongam. SWI telah menutup kegiatan Fintech P2P Lending yang tak miliki izin dari OJK, tapi masih banyak aplikasi pinjaman online yang dapat diakses melalui website atau Google Playstore.
Tongam mengimbau masyarakat untuk tidak mengakses dan menggunakan aplikasi fintech ilegal. "Bila ingin meminjam secara online, masyarakat dapat melihat daftar aplikasi Fintech P2P Lending yang telah terdaftar di OJK pada website www.ojk.go.id,” jelas Tongam.
SWI mendorong proses hukum kepada para pelaku fintech ilegal yang melakukan dugaan tindak pidana seperti penagihan tidak beretika, teror, intimidasi atau tindakan tidak menyenangkan lainnya. SWI juga meminta masyarakat segera melaporkan entitas tersebut ke pihak kepolisian, jika menemukan unsur pidana.
Tongam melanjutkan, Swi melakukan tindakan preventif dengan mengedukasi masyarakat menggunakan media luar ruang digital, media sosial. Sosialisasi juga dilakukan bersama dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia, Google Indonesia dan Bareskrim Mabes Polri.
Ciri-ciri fintech ilegal yaitu tidak memiliki izin resmi; tidak ada identitas dan alamat kantor yang jelas; pemberian pinjaman sangat mudah; informasi bunga dan denda tidak jelas; bunga tidak terbatas; denda tidak terbatas; penagihan tidak batas waktu; akses ke seluruh data yang ada di ponsel; ancaman teror kekerasan, penghinaan, pencemaran nama baik, menyebarkan foto/video pribadi; serta tidak ada layanan pengaduan.
SWI juga mengimbau masyarakat, sebelum melakukan pinjaman di fintech ilegal yakni pinjam pada Fintech P2P Lending yang terdaftar di OJK; pinjam sesuai kebutuhan dan kemampuan; pinjam untuk kepentingan yang produktif; serta pahami manfaat, biaya, bunga, jangka waktu, denda dan risikonya sebelum memutuskan untuk melakukan pinjaman kepada Fintech P2P Lending.
Tongam menyatakan, selain menindak fintech ilegal, pada Agustus 2019 pihaknya menghentikan 14 entitas investasi ilegal. Total entitas investasi ilegal yang telah dihentikan mencapai 177 entitas. Jumlah itu terdiri dari kegiatan 117 Trading Forex tanpa izin, 13 Multi Level Marketing tanpa izin, 11 investasi uang, 5 investasi cryptocurrency dan 31 investasi lainnya.
SWI menegaskan kepada masyarakat untuk memahami sebelum melakukan investasi antara lain memastikan pihak yang menawarkan investasi tersebut memiliki perizinan dari otoritas yang berwenang sesuai dengan kegiatan usaha yang dijalankan; memastikan pihak yang menawarkan produk investasi, memiliki izin dalam menawarkan produk investasi atau tercatat sebagai mitra pemasar; memastikan jika terdapat pencantuman logo instansi atau lembaga pemerintah dalam media penawarannya telah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Alexander Haryanto