tirto.id - Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri sulit mengatasi dan mengawasi pinjaman online ilegal karena lokasi fintech tersebut berada di luar negeri.
"Banyak server (fintech ilegal) yang ada di luar negeri, yang ada di Indonesia hanya 20 persen," ujar Kasubdit II Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Kombes Pol Rickynaldo Chairul di Mabes Polri, Jumat (2/8/2019).
Ia meminta masyarakat untuk tidak meminjam uang secara online dengan fintech ilegal lantaran syarat pokok peminjaman harus memberikan data pribadi calon peminjam dana.
"Data pribadi itu secara tidak sadar diberikan kepada orang yang tidak bertanggung jawab sehingga dapat disebar," kata Rickynaldo.
Data pribadi itu dapat diperjualbelikan hingga digunakan untuk mengancam nasabah. Tindak pidana yang biasanya terjadi dari pinjaman online seperti penyadapan data, penyebaran data pribadi, pengiriman gambar pornografi, pencemaran nama baik, pengancaman, manipulasi data dan ilegal akses.
"Hal itu yang bisa kami jerat, pasal-pasal yang terangkum dalam Undang-Undang Internet dan Transaksi Elektronik (ITE). Selain itu belum kami temukan pasal lain yang bisa menjerat fintech-fintech ilegal," tutur Ricky. Hingga kini terdapat tujuh kasus pinjaman online yang sedang ditangani Siber. Satu kasus telah berproses di pengadilan.
Enam kasus lainnya masih dalam penyelidikan dan banyak mempersoalkan pencemaran nama baik. Kepolisian perlu mendatangi korban untuk melaporkan kasus tersebut, sebab kasus itu tidak hanya terjadi di Jakarta namun juga di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
"Kami berusaha 'jemput bola' dengan mencari para korban untuk kami bantu membuat laporan polisi. Sementara itu yang bisa kami lakukan untuk mengakomodasikan soal fintech ilegal ini," ujar Ricky.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Alexander Haryanto