Menuju konten utama

Revolusi Belanja Ala Amazon Go

Amazon menghadirkan revolusi belanja ritel dengan aplikasi Amazon Go. Kehadiran Amazon Go bakal mengancam tenaga kerja sektor ritel, dan menjadi tantangan baru bagi para peritel.

Revolusi Belanja Ala Amazon Go
Aktivitas di dalam gudang milik perusahaan jual beli terbesar di dunia Amazon.Com. REUTERS/Dylan MartineZ

tirto.id - Seorang pria masuk ke sebuah swalayan. Ia menempelkan selulernya ke palang pengecek kode, lalu masuk mengambil hotdog kemasan dan berlalu begitu saja. Tak ada yang meneriakinya pencuri. Sesosok wanita juga terlihat berjalan di deretan etalase, mengambil beberapa macam makanan dan langsung memasukkannya ke dalam tas jinjingnya, dan pelayan toko di sebelahnya pun cuek-cuek saja.

Kedua orang itu tidak sedang mengutil di swalayan. Mereka sedang belanja di toko Amazon, yang bernama Amazon Go, sebuah aplikasi paling anyar lansiran Amazon.

Konsepnya seperti menggunakan teknologi mobil tanpa sopir, Amazon menciptakan revolusi berbelanja yang baru: pembeli cukup mengambil semua belanjaannya tanpa perlu mengantre dan membayar di kasir. Dengan computer vision, sensor fusion, dan deep learning system, mereka menyebutnya ‘Teknologi Langsung Jalan’.

Tentu teknologi ini hanya bisa dinikmati di toko Amazon. Pembeli baru bisa masuk jika sudah mengunduh aplikasi Amazon Go, dan membuat akun Amazon. Saat berbelanja, troli virtual dalam aplikasi itu akan otomatis terisi sesuai barang yang diambil. Saat selesai, bon belanjaan akan otomatis pula masuk ke dalam akun tersebut.

Kehadiran teknologi ini tentu saja menuai pro dan kontra. New York Post, menyebut Amazon Go sebagai calon pembunuh rejeki terbesar di Amerika. “Teknologi ini berpotensi menghapus 75 persen pekerjaan yang ada di retail,” kata Britt Beamer, Presiden America’s Research Group yang biasa meneliti perilaku konsumen, kepada New York Post.

Pekerjaan paling pertama yang terancam adalah kasir. Di iklan Amazon Go, yang membedakan swalayan gaya baru dengan swalayan yang ada saat ini adalah ketiadaan kasir.

Menurut The Guardian, Amerika Serikat punya sekitar 5 juta orang yang bekerja di ritel swalayan, sementara itu di Australia ada 1,3 juta orang dan Inggris Raya punya 2,8 juta pekerja yang menggantungkan dari swalayan.

Pastinya saat swalayan mulai tertarik dan menggunakan teknologi yang diterapkan Amazon Go, maka pekerjaan jutaan orang di dunia terancam. Belum lagi, kalau swalayan pengecer sadar, bahwa Amazon Go bisa menghemat biaya pengeluaran mereka sebanyak 15 persen. Tentu, karena tak perlu membayar gaji para kasir.

INFOGRAFIK Amazon go

Sebagai sesuatu yang revolusioner, Amazon Go mendulang suara sumbang, terutama soal teknologi ini dianggap telah pilih kasih kepada pembeli yang tak punya ponsel pintar, dan pembeli yang kehabisan daya baterai saat berbelanja.

Program yang telah dirintis sejak empat tahun lalu, Amazon Go akan tetap melenggang tahun depan membuka tokonya di sejumlah tempat di AS, bahkan Inggris Raya. Sejauh ini, swalayan Amazon Go pertama telah dibuka di Seattle, AS. Berukuran 1.800 kaki persegi, swalayan ini masih belum dibuka untuk umum. Masih dipakai karyawan Amazon saja.

Tim Dunlop dari The Guardian, percaya Amazon Go tak hanya menghilangkan pekerjaan, seperti teknologi lainnya, Amazon Go juga akan menciptakan lapangan pekerjaan baru. Misalnya, orang yang akan membungkus hadiah atau mengurus barang yang dikembalikan, “Meski mungkin tak terlalu perlu banyak,” tulis The Guardian.

Tanggapan positif datang dari Nikki Baird, seorang periset sistem peritel di Amerika Serikat. Ia menulis di Forbes, inisiatif mengikuti kemajuan teknologi seperti yang dilakukan Amazon Go adalah sebuah cambukan bagi pelaku industri ritel yang lain. Ia bilang, dibandingkan industri yang lain, seperti perjalanan, transportasi, dan perhotelan, industri ritel makanan jauh lebih tertinggal dari segi teknologi. Kemampuan Amazon menciptakan Amazon Go, dinilainya sebagai inisiatif baik.

“Apakah inisiatif ini akan sukses atau tidak, tak perlu diragukan Amazon akan belajar banyak,” tulis Baird.

Kehadiran Amazon Go tentu membuka mata para ritel lain apakah akan melakukan perubahan atau hanya jadi penonton perubahan. Pertanyaan besarnya, apakah peritel lain mampu mengimbangi Amazon Go?

Baca juga artikel terkait AMAZON atau tulisan lainnya dari Aulia Adam

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Aulia Adam
Penulis: Aulia Adam
Editor: Suhendra