Menuju konten utama

Revisi UU Narkotika Dinilai Penting Agar Lebih Sensitif Perempuan

UU tentang Narkotika diharapkan direvisi karena ada pasal tumpang tindih terutama terkait rehabilitasi.

Revisi UU Narkotika Dinilai Penting Agar Lebih Sensitif Perempuan
Ilustrasi narkoba. FOTO/Istockphoto

tirto.id - Peneliti hukum narkotika Astried Permata, menilai perlu revisi UU 35/2019 tentang Narkotika agar lebih sensitif gender terhadap perempuan.

"Gak cuma mendengarkan versi pemerintah atau penegak hukum, tapi juga teman-teman yang terdampak langsung, teman-teman pengguna narkotika dan juga perempuan," ujar Astried dalam konferensi pers di Komnas Perempuan, Jakarta Pusat, pada Kamis (28/11/2019).

Astried pun menilai bahwa masih banyak kerancuan dalam UU Narkotika. Terdapat aturan yang masih saling tumpang tindih, khususnya dalam Pasal 112 dan 114.

"Satu pasal menjamin adanya opsi pasal untuk menjamin rehabilitasi bagi pengguna narkotika, tapi di pasal lain seakan-akan menegasikan opsi rehabilitasi. Jadi ada pasal menguasai, memiliki, membeli narkotika yang mana ancamannya pidana 4 tahun," jelas Astried.

"Jadi kalau aku nih, pengguna narkotika, aku pasti membeli dong. Masa ujug-ujug ada di mulut," lanjutnya.

Kemudian, kata dia, ada ketidakpekaan gender berupa tidak adanya pertimbangan atas masalah kekerasan yang menimpa perempuan dalam masalah narkotika, serta perempuan yang memiliki anak.

"Ketika pemerintah memindahkan perempuan ke lapas, pemerintah memutus hubungan dengan keluarga. Kemudian ada dampak-dampak lain secara sosial, yang pada akhirnya berdampak ke negara juga," lanjutnya.

Masalah kekerasan yang umum dialami oleh perempuan yang terlibat masalah narkotika juga diungkapkan oleh Komisioner Komnas Perempuan, Magdalena Sitorus.

"Dari salah satu hasil pantauan di tempat tahanan perempuan, di Jakarta, Bali, Jawa Timur, kami menemukan beberapa simpulan," ujar.

Kemiskinan, ungkap Magdalena, menjadi salah satu dampak atau penyebab dari kekerasan yang dialami oleh perempuan yang terperangkap dalam peredaran narkoba.

Dalam hal ini, Magdalena menilai kemiskinan sebagai salah satu masalah struktural yang menghadirkan kekerasan.

Baca juga artikel terkait NARKOBA atau tulisan lainnya dari Fadiyah Alaidrus

tirto.id - Hukum
Reporter: Fadiyah Alaidrus
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Zakki Amali