Menuju konten utama

Revisi UU KPK Diusulkan Lima Parpol Pendukung Jokowi

Lima partai politik pendukung pemerintah Presiden Jokowi mengusulkan revisi UU KPK yang disetujui dalam rapat paripurna DPR Kamis lalu.

Revisi UU KPK Diusulkan Lima Parpol Pendukung Jokowi
Anggota Komisi III DPR RI Masinton Pasaribu menjawab pertanyaan wartawan ketika mendatangi KPK, Jakarta, Senin (4/9/2017). ANTARA FOTO/Rosa Panggabean.

tirto.id - Anggota Komisi III DPR RI Masinton Pasaribu mengakui dirinya adalah salah satu pengusul revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK). Usulan ini disampaikan Masinton kepada Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.

Tak hanya Masinton, ada lima orang lainnya yang menjadi pengusul revisi UU KPK. Kesemuanya merupakan anggota fraksi partai politik yang menjadi pendukung pemerintah.

Mereka yakni Risa Mariska (anggota Komisi III Fraksi PDIP), Achmad Baidowi (anggota Komisi II dari Fraksi PPP), Ibnu Multazam (anggota Komisi IV dari Fraksi PKB, Saiful Bahri Ruray (anggota Komisi III dari Fraksi Partai Golkar), dan Taufiqulhadi (anggota Komisi III dari Fraksi Partai NasDem).

"Iya [Risa Mariska juga], ada Pak Taufiqulhadi," ucap Masinton di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (6/9/2019).

"Pak Baidowi juga ya?" tanya wartawan.

"Iya juga. Kan sah aja kami mengusulkan, kami punya pandangan sendiri," jawab Masinton.

Politikus PDIP itu beralasan dirinya melihat pemberantasan korupsi belum maksimal sehingga harus segera dilakukan revisi UU KPK. KPK selama ini, kata Masinton, tidak mengoptimalkan fungsi pencegahan.

"Kalau KPK hanya menindak itu tidak akan menyelesaikan masalah korupsi kita," jelas Masinton.

Ia menjelaskan usulan ini disampaikannya kepada Baleg DPR RI. Baleg pun merespons cepat dengan menggelar rapat pada 3 September 2019, berbarengan dengan pembahasan pengusulan revisi untuk Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR dan DPD dan DPRD (UU MD3).

Masinton mengatakan sebagai salah satu pengusul, ia telah membicarakan mengenai revisi ini dengan anggota lintas fraksi. Ia juga telah melakukan lobi-lobi dengan anggota dewan lain. Namun, pembahasan itu baru dengan anggota dewan saja, dan belum dengan pihak pemerintah.

"Sebagai politisi kan anggota DPR ini pasti saling komunikasi. Kalau gak [komunikasi] mana mungkin tiba-tiba," ucapnya.

Sementara itu, Achmad Baidowi tak mau mengakui bahwa dirimya merupakan salah satu pengusul revisi UU KPK. Ia meminta persoalan ini ditanyakan kepada Sekretaris Jenderal PPP Arsul Sani, yang juga anggota Komisi III DPR RI.

"Tanya Pak Sekjen ya," ucap Baidowi singkat kepada reporter Tirto.

DPR resmi mengusulkan Revisi UU 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK), Kamis (5/9/2019). Usulan revisi tersebut langsung disetujui setelah seluruh fraksi di DPR menyatakan setuju untuk merevisi dalam waktu 20 menit.

Wacana revisi UU KPK bukan lah barang baru. DPR telah mewacanakan ini sejak 2010 atau sejak masa pemerintahan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Saat itu DPR periode 2009-2014 pernah beberapa kali ingin merevisi UU KPK, tapi beberapa kali pula tak jadi dilakukan.

Ada beberapa poin yang disorot dalam draf tersebut, salah satunya soal pembentukan Dewan Pengawas KPK yang diatur dalam Pasal 37. Dewan Pengawas ini untuk memantau kinerja Pimpinan KPK termasuk memberikan izin fungsi penyadapan.

Pada pasal 40 ayat 1, KPK juga diharuskan menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) bagi perkara korupsi yang tak selesai dalam jangka waktu satu tahun.

Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo menilai beberapa pasal dalam revisi UU KPK ini berpotensi melemahkan fungsi KPK bahkan menghancurkan KPK. Desain KPK, kata Adnan, harus dibuat sedemikian rupa oleh para elite politik agar tak leluasa bergerak saat hendak melakukan perbuatan korupsi.

Baca juga artikel terkait REVISI UU KPK atau tulisan lainnya dari Bayu Septianto

tirto.id - Politik
Reporter: Bayu Septianto
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Maya Saputri