tirto.id - Zoom menegaskan layanannya aman dan tak menjual data pengguna sebagaimana dikhawatirkan oleh publik belakangan ini.
Selama pandemik corona COVID-19, popularitas Zoom meroket lantaran masif digunakan banyak pengguna di seluruh dunia untuk menunjang kerja dan belajar dari rumah.
Akan tetapi, keamanan dan privasi data pengguna di Zoom diragukan, setelah beberapa pihak mempertanyakan, mulai otoritas, pemangku kebijakan, hingga peneliti.
Mengutip CNN, Jaksa Agung New York, Letitia James, mengirim surat kepada Zoom pada Senin, 30 Maret lalu, mempertanyakan langkah perusahaan dalam memastikan privasi dan keamanan pengguna.
Pada hari yang sama, FBI memperingatkan bahwa aktivitas meeting di Zoom berpotensi untuk diserang peretas. FBI meminta pengguna yang 'diserang' untuk melaporkan hal itu.
Pada Selasa, 31 Maret lalu, The Intercept dalam sebuah laporannya mempublikasikan bahwa Zoom tak sepenuhnya aman lantaran tidak didukung enkripsi ujung-ke-ujung.
Terkini, SpaceX, perusahaan teknologi AS yang dinahkodai oleh Elon Musk, meminta karyawannya untuk tak menggunakan Zoom terkait masalah itu, sebagaimana diwartakan CNET.
"Silakan gunakan email, teks, atau telepon sebagai alat komunikasi alternatif," imbauan SpaceX kepada karyawannya melalui email.
Zoom Angkat Bicara
Zoom tentunya tak tinggal diam ketika popularitasnya mulai tergerus. Satu demi satu tudingan itu mereka jawab bahkan bantah.
Kepada The Intercept, Zoom menyangkal menggunakan frasa keamanan enkripsi ujung-ke-ujung menyesatkan. Sementara mengapa tidak mendukungnya, lantaran saat ini tak mungkin melakukan itu.
"Saat ini, tidak mungkin untuk mengaktifkan enkripsi E2E [end-to-end] dalam meeting Zoom konferensi video," pernyataan Zoom dikutip The Verge.
Pada Rabu, 1 April kemarin, pendiri dan CEO Zoom, Eric Yuan, sempat membahas beberapa masalah keamanan melalui media sosial Twitter.
Satu di antaranya karena, kerentanan itu akibat pengguna tidak mengaktifkan beberapa fitur keamanan seperti kata sandi meeting dan kontrol privasi tambahan.
Akan tetapi, tanggapan Zoom yang lebih lugas baru dilontarkan pada Rabu kemarin melalui blog perusahaan. Ada dua hal yang mereka tegaskan: soal enkripsi dan privasi.
Klaim Aman dan Tak 'Jual Data' Pengguna
Zoom memulai klaimnya itu dengan permintaan maaf atas kebingungan yang mereka sebabkan. Melalui blog perusahaan, Zoom menegaskan bahwa privasi dan keamanan pengguna adalah prioritas.
"Kami ingin menanggapi beberapa kekhawatiran terhadap kebijakan privasi Zoom," pernyataan Zoom dikutip Antara.
Zoom menagaskan tidak pernah menjual data pengguna dan "tidak berniat menjual data pengguna". Zoom mengaku hanya mengambil data yang diperlukan untuk menggunakan layanan konferensi video, antara lain alamat IP pengguna, rincian perangkat dan sistem operasi yang digunakan.
Zoom mengklaim tidak pernah menyimpan isi rapat, termasuk video, audio, dan obrolan kecuali pertemuan itu memang direkam oleh pengguna yang bertindak sebagai administrator.
"Partisipan diberi tahu, baik melalui audio maupun video, jika pengurus merekam rapat tersebut di Zoom, mereka memiliki pilihan untuk ikut atau meninggalkan rapat," kata Zoom.
Mengenai rekaman pertemuan di Zoom bergantung pada keputusan administrator, apakah mereka mau menyimpan di penyimpanan lokal atau lewat komputasi awan Zoom.
"Kami memiliki akses kontrol untuk mencegah akses ilegal ke rekaman rapat yang disimpan di cloud kami," kata Zoom.
Zoom juga menyatakan tidak mengawasi rapat atau konten yang ada selama pertemuan virtual.
Terkait dengan akses ke pihak ketiga, Zoom menyatakan tidak pernah memberikan data, termasuk audio, video, dan obrolan kepada pihak ketiga untuk keperluan iklan.
Zoom meminta pengguna untuk mematikan "cookie preferences "di situs web zoom agar tidak mendapatkan iklan target tentang aplikasi tersebut.
Editor: Agung DH