tirto.id - Polri merespons temuan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) soal 44 korban tewas misterius dalam aksi demonstrasi sejak Januari hingga Oktober 2019.
Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Pol Asep Adi Saputra menyatakan institusinya telah menyelidiki penyebab tewas tanpa alasan tersebut.
“Kami sudah sampaikan secara keseluruhan, semua sudah kami lakukan penyelidikan terhadap penyebab korban meninggal dunia,” kata Asep di kawasan Sudirman, Jakarta Pusat, Senin (28/10/2019).
Asep mencontohkan peristiwa yang menonjol yakni tewasnya 33 orang dalam kericuhan di Wamena.
“Polri telah menyelidiki sebab kematian 33 korban di Wamena, itu adalah korban akibat rusuh. Kami sudah menyampaikan telah dilakukan penyelidikan penyebab korban meninggal,” kata Asep.
YLBHI mencatat 78 kasus pelanggaran dalam unjuk rasa selama tahun 2019 di seluruh Indonesia. Dari kasus itu, 51 orang tewas, dan 44 orang di antaranya tewas misterius.
"Dari 51 [orang], 7 orang saja yang jelas informasinya meninggal kenapa sedangkan 44 korban lainnya tidak ada informasi resmi. Dalam konteks hak asasi manusia ini sangat berbahaya. Mengerikan," kata Ketua Advokasi YLBHI Muhammad Isnur di kantornya, pada Minggu (27/10/2019).
Sebanyak 51 korban tewas itu, yakni 33 kasus di antaranya berasal dari aksi anti rasisme di Wamena dan sekitarnya beberapa waktu lalu; 9 korban tewas lain yang berasal dari aksi 22-23 Mei 2019 lalu di Jakarta; 4 korban tewas berasal dari aksi antirasisme di Jayapura; 3 korban tewas berasal dari aksi #ReformasiDikorupsi di Jakarta; dan 2 orang sisanya dari aksi #ReformasiDikorupsi di Kendari.
Dari jumlah tersebut, hanya 7 orang yang jelas penyebab kematiannya, yakni 2 orang korban tewas di Kendari yang dinyatakan tewas karena luka tembak oleh dokter; 4 orang pada aksi 22-23 Mei 2019 lalu dinyatakan tewas karena luka tembak; dan 1 orang lainnya tewas karena kehabisan nafas akibat terpapar gas air mata. Isnur mengatakan, informasi ini mereka dapatkan dari Komnas HAM.
Protes terhadap tudingan rasisme di Wamena berujung kerusuhan mematikan.
Ratusan ruko dibakar, puluhan nyawa meninggal, pada 23 September lalu. Pembakaran terjadi di Pasar Wouma, tempat ada banyak warga pendatang berdagang dan tinggal di ruko. Kerusuhan itu juga pecah di Kantor Bupati Jayawijaya; seluruh gedungnya terbakar.
Api juga membakar STISIP Amal Ilmiah Yapis Wamena. Juga menghanguskan toko bangunan, bengkel, dan toko logistik di Jalan Hom-Hom. Juga membakar beberapa ruko di Pasar Potikelek, Jalan Phike, ruas jalan menuju Wesaput di belakang Bandara Wamena, serta puluhan rumah dan belasan kantor pemerintah, termasuk Kantor PLN Rayon Wamena.
Pemerintah merilis hingga 28 September, sedikitnya 33 orang meninggal, 25 di antaranya warga pendatang.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Abdul Aziz