tirto.id - Produsen obat Albothyl, PT Pharos Indonesia buka suara terkait surat Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) perihal rekomendasi hasil rapat kajian aspek keamanan pasca-pemasaran policresulen dalam bentuk sediaan cairan obat luar konsentrat 36 persen.
Director of Corporate Communications PT Pharos Indonesia, Ida Nurtika mengatakan, saat ini pihaknya masih terus mengumpulkan informasi dan data terkait produk Albothyl.
“Kami juga terus berkoordinasi dan berkomunikasi dengan BPOM dan akan segera menyampaikan informasi resmi terkait hal ini kepada mayarakat,” kata Ida kepada Tirto, Kamis (15/2/2018).
Pernyataan Ida tersebut terkait surat BPOM yang ditujukan kepada PT Pharos Indonesia, tertanggal 3 Januari 2018. Dalam surat itu tertulis, risiko policresulen dalam bentuk sediaan cairan obat luar konsentrat 36% lebih besar daripada manfaatnya, sehingga tidak boleh beredar lagi untuk indikasi pada bedah, dirmatologi, otolaringologi, stomatologi (stomatitis-aftosa) dan odontologi.
Selain itu, dilakukan reevaluasi indikasi policresulen dalam bentuk sediaan ovulo dan jel pada saat renewal karena indikasi yang tercantum pada informasi produk ini sama dengan indikasi yang tercantum pada informasi produk policreculen dalam bentuk sediaan cairan obat luar konsentrat 36 persen.
Kandungan ini diduga yang terdapat dalam produk Albothyl yang diproduksi oleh PT. Pharos Indonesia. Surat ini menjadi ramai diperbincangkan karena produk ini banyak digunakan oleh masyarakat sebagai obat sariawan.
BPOM sendiri membenarkan soal isi dari surat yang beredar tersebut. “Kami sedang siapkan pernyataan resmi,” kata Kepala Bagian Hubungan Masyarakat BPOM, Nelly L Rachman saat dikonfirmasi Tirto, Kamis (15/2/2018).
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Abdul Aziz