tirto.id - Orang tua akan menghadapi banyak kemungkinan saat mendidik anak, salah satunya tentang pendidikan seksual.
Ketika beranjak remaja, anak akan mulai penasaran dengan sistem reproduksi dan hal-hal berbau seksual. Tidak jarang, anak-anak akan memiliki kesempatan bersinggungan dengan konten pornografi, baik disengaja maupun tidak.
Elizabeth Schroeder, direktur eksekutif Answer, sebuah organisaai nasional pendidikan seksual Universitar Rudgers, melalui New York Times mengatakan, "Anak anda akan mencari konten porno pada suatu saat nanti. Hal ini tidak terhindarkan."
Terlebih di era digital sekarang ini, kesempatan dan akses konten porno makin luas. Sebagian orang tua menerapkan batasan ketat keamanan dan penggunaan perangkat digital pada anak-anaknya, sebagian lagi membiarkan anak tahu dan membicarakannya dengan bebas.
Namun, banyak juga orang tua yang masih bingung menghadapi situasi semacam ini.
Pada umumnya, orang tua akan cemas, khawatir, bahkan marah jika mengetahui anaknya mengakses konten porno.
Hal tersebut wajar terjadi, tetapi ada beberapa tips berbicara dan menghadapi anak ketika situasi semacam ini terjadi. Dikutip dari Netnanny usia rata-rata anak mulai terekspos konten pornohrafi adalah 11 tahun.
Pada usia tersebut anak-anak berada di tahap remaja awal. Membicarakan mengenai seksual harus dibarengi dengan diskusi mengenai seksualitas dan keamanan berinternet.
Selain itu, sesuaikan gaya bahasa dan penggunaan istilah sesuai usia anak, dan yakinkan mereka agar mereka nyaman bercerita atau bertanya kepada orang tuanya mengenai seks.
Kunci memulai percakapan adalah ketenangan, meskipun orang tua tahu anaknya telah terekspos pornografi. Respons marah dan berlebihan justru akan menimbulkan efek trauma pada anak.
Selanjutnya, jelaskan mengenai pornografi itu sendiri. Penjelasan pornografi ke anak-anak sesuai umur dapat dilakukan agar anak memiliki gambar yang jelas.
Sebagai contoh, kepada anak usia 7 tahun, orang tua dapat menjelaskan pornografi sebagai, "tontonan yang menampilkan orang dengan sedikit atau tanpa pakaian".
Laman Protect Young Minds juga memberikan tips saat membicarakan seks dengan anak gunakan pendekatan emosi dan perasaan anak.
Jelaskan bahwa ketika menonton pornografi atau aktivitas seksual anak akan merasa tidak nyaman dan ada gejolak di perut anak. Biasanya, anak-anak akan menganggap perasaan tersebut sebagai perasaan jijik atau canggung.
Pornografi dan aktivitas seksual lainnya juga akan membingungkan bagi anak, sehinga mereka perlu mendapat penjelasan bahwa aktivitas seksual yang sehat adalah yang dilandasi komitmen dan persetujuan kedua belah pihak.
Kembali mengutip Netnanny, saat anak mengakses pornografi melalui perangkat digital di rumah, sampaikan permohonan maaf jika konten tersebut sampai kepada mereka, bahwa konten tersebut diperuntukkan untuk orang dewasa dan bukan anak-anak.
Beberapa orang tua juga akan menggunakan pendekatan gender dengan mengatakan bahwa pornografi bukanlah kejadian nyata dalam kehidupan orang dewasa dan perempuan bukanlah objek pemuas nafsu seks.
Dalam laman eSafety.gov.au juga dijelaskan bahwa keterlibatan orang tua dalam perkembangan teknologi yang dapat diakses anak, dan komunikasi adalah hal penting.
Hilangkan pemikiran bahwa membicarakan seks adalah hal tabu, karena seorang anak akan mencarinya juga. Akan lebih buruk jika anak belajar seks dari situs porno daripada melalui percakapan dengan orang tuanya.
Jangan mengkritik atau bereaksi berlebihan jika anak bertanya atau berani terbuka mengenai konten seksual yang mereka lihat atau alami atau mereka ingin tahu. Tetap tenang, dengarkan, dan beri penjelasan.
Selain itu, gunakan pula teknologi pemblokiran konten seksual dan kekerasan di perangkat digital yang dipercayakan pada anak-anak, termasuk perangkat orang tua jika memang anak sering memakai perangkat digital orang tua.
Menangani permasalahan semacam ini memang cukup sulit, namun dengan penanganan yang tepat, orang tua dapat memastikan keamanan anak terhadap konten-konten pornografi.
Penulis: Anggit Setiani Dayana
Editor: Yantina Debora