Menuju konten utama

Rencana Gerindra Selidiki Pelanggaran HAM Terduga Teroris Dikritik

PDIP menilai HAM para terduga teroris tidak lebih penting daripada dampak perbuatan yang mungkin mereka lakukan.

Rencana Gerindra Selidiki Pelanggaran HAM Terduga Teroris Dikritik
Tim Densus 88 membawa barang bukti saat penggeledahan usai penangkapan terduga teroris di Jemaras, Klangenan, Kab. Cirebon, Jawa Barat, Kamis (17/5/2018). ANTARA FOTO/Risky Maulana

tirto.id - Rencana Partai Gerindra membentuk tim investigasi pelanggaran HAM dalam penindakan teroris menuai kritik. Staf bidang komunikasi dan advokasi Amnesty International Indonesia Haeril Halim pesimistis tim investigasi yang akan dibentuk Gerindra bisa berbuat banyak. Alih-alih membentuk tim investigasi sendiri, Haerin menyarankan Gerindra menginisiasi penguatan pengawasan Densus 88 melalui proses politik di DPR.

“Karena akan ada kekuatan politiknya. Kalau tim ini (investigasi) seumpamanya jadi, itu di luar proses di DPR, kan? Lalu apa legitimasinya?” kata Haeril kepada Tirto, Jumat (19/5).

Haeril mengatakan Gerindra harus menjelaskan kepada publik alasan mereka hendak membentuk tim investigasi pelanggaran HAM terhadap para terduga teroris. Sebab, menurutnya, kasus pelanggaran HAM di Indonesia bukan cuma terhadap terduga teroris.

“Kenapa memilih di sektor terorisme? Itu yang jadi pertanyaan publik. Gerindra punya tanggung jawab moral untuk menjelaskan ke publik,” ujarnya.

Anggota Komisi III DPR Fraksi PDIP Junimart Girsang menilai HAM para terduga teroris tidak lebih penting daripada dampak perbuatan yang mungkin mereka lakukan.

“Sebenarnya yang perlu kita perhatikan bukan pelanggaran HAM, tapi dampak perbuatan terduga teroris ini,” kata Junimart kepada Tirto.

Junimart mempertanyakan urgensi rencana Gerindra itu karena saat ini jauh lebih mendesak mencegah terorisme. Ia khawatir tim bentukan Gerindra malah menghambat kerja aparat menyelesaikan persoalan terorisme.

“Bagaimana partai-partai ini berusaha secara filosofis untuk bisa membendung [terorisme], bisa membuat bangsa ini betul-betul jadi nyaman,” ujar Junimart.

Ketimbang membentuk tim investigasi, Junimart menantang Gerindra melaporkan dugaan pelanggaran HAM terhadap para terduga teroris ke Komnas HAM.

“Silakan nanti polisi mempertanggunghawabkan di pengadilan ketika ada gugatan atau tuntutan hukum atas tindakan kepolisian atau densus tersebut,” katanya. “Ini, kan, negara hukum, bukan negara tim-tim-an.”

Infografik CI deradikalisasi gagal

Anggota Komisi III DPR Fraksi PPP Arsul Sani menilai rencana Gerindra sebagai usaha mubazir. Sebab menurutnya jika revisi rancangan UU Anti Terorisme disahkan DPR dan pemerintah maka dengan sendirinya DPR akan memiliki kewenangan mengawasi lembaga-lembaga penanggulanagan terorisme.

Berdasarkan draft revisi rancangan UU Anti Terorisme per 15 Maret 2018, kewenangan DPR mengawasi lembaga penanggulangan terorisme ada di BAB VII A

Muhammad Syafi’i, politikus Gerindra yang pertamakali melontarkan wacana pembentukan tim investigasi ini, mengatakan masih ingin mendalami informasi dugaan pelanggaran HAM terhadap para terduga teroris oleh aparat. Jika ternyata yang dilakukan kepolisian sudah sesuai SOP maka wacana pembentukan tim investigasi tak perlu diteruskan.

"Saya masih ingin mendalami lebih lanjut soal kejadian-kejadian ini. Kalau saya bisa menyimpulkan, kalau memang sesuai SOP yang dilakukan, ngapain dilakukan lagi? Jadi saya mendapat kesempatan untuk mempelajari lebih lanjut," kata Syafii kepada Tirto (19/05/2018).

Selain itu, Ketua DPP Partai Gerindra Desmond J. Mahesa mengatakan sampai saat ini belum ada komunikasi khusus di tubuh partai membahas pembentukan tim investigasi ini.

"Nanti saya tanya, saya belum koordinasi dengan Muhammad Syafi'i. Belum ada laporan ke saya," kata Desmond.

Baca juga artikel terkait TERORISME atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Politik
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Muhammad Akbar Wijaya