tirto.id - Sidang Perdana kasus dugaan penistaan agama dilakukan oleh Ahok digelar hari ini. Ahok bakal dituntut oleh 13 Jaksa Penuntut Umum terkait ucapannya mengutip Al-Maidah 51. Siapa para Jaksa Penuntut Ahok itu?
Sebelum berkas perkara kasus dugaan penistaan agama yang menjerat Basuki Tjahaja Purnama diterima kejaksaan, rupanya Kejakaan Agung sudah membentuk tim khusus untuk meneliti sisik melik kasus ini. Begitu berkas pemeriksaan Ahok dinyatakan P21 alias lengkap, 13 jaksa itu pula yang akhirnya ditetapkan sebagai para Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Sejak berkas kasus dilimpahkan ke Kejaksaan Agung oleh Mabes Polri 25 November lalu, lembaga yang dipimpin H.M. Prasetyo dengan sigap langsung menindaklanjuti. Hanya lima hari berkas itu diteliti, perkara Ahok sudah dinyatakan P21 dan langsung dilimpahkan ke Pengadilan Jakarta Utara untuk disidangkan.
H.M. Prasetyo mengatakan cepatnya penyerahan berkas perkara Ahok ke pengadilan bukannya tanpa proses pemeriksaan. Menurut dia, sejak Ahok ditetapkan tersangka oleh Markas Besar Polri, Kejaksaan Agung langsung membentuk tim inti buat menangani kasus itu. Kejaksaan Agung, kata dia, juga berkoordinasi dengan Kepolisian buat menanganinya.
“Bahwa sejak penyelidikan kami pun sudah membentuk tim yang nantinya ditunjuk sebagai jaksa peneliti yang terdiri dari 13 jaksa senior,” ujar Prasetyo di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa pekan lalu. Dia mengatakan, tim dipimpin langsung jaksa senior Ali Mukartono yang kini duduk sebagai Direktur Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum).
13 Jaksa yang meneliti kasus itu pula yang akhirnya ditunjuk sebagai para penuntut Ahok di persidangan. Mereka adalah jaksa senior yang ditugasi Kejaksaan Agung dan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Sepuluh orang Jaksa itu, menurut Ketua Tim JPU kasus Ahok, Ali Mukartono, merupakan jaksa yang namanya diajukan Kejaksaan Agung. Sedangkan tiga orang jaksa lainnya ditunjuk oleh Kejati DKI Jakarta.
“Sejak awal ditentukan saat diterbitkan SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan),” kata Ali di Kompleks Parlemen Senayan, Selasa lalu.
13 Jaksa yang menjadi JPU dalam sidang kasus dugaan penistaan agama yang menjerat Ahok itu adalah Ali Mukartono, Reky Sonny Eddy Lumentut, Lila Agustina, Bambang Surya Irawan, J Devi Sudarsono, Sapta Subrata, Bambang Sindhu Pramana, Ardito Muwardi, Deddy Sunanda, Suwanda, Andri Wiranof, Diky Oktavia, dan Robertino Fedrik Adhar Syaripuddin.
“(Mereka) sudah punya pengalaman semua dan punya jam terbang,” tutur Prasetyo.
Dari Kasus Cicak-Buaya Sampai Mencibir KPK
Dari 13 JPU yang menjadi penuntut umum dalam persidangan Ahok, empat orang di antaranya pernah muncul di media dalam ragam pemberitaan.
Ali Mukartono, misalnya, adalah mantan Kepala Kejaksaan Tinggi Bengkulu yang pernah menjadi Ketua Tim Jaksa Peneliti kasus yang menjerat Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Rianto, pada 2009 silam. Kasus itu dulu dikenal sebagai kasus Cicak vs Buaya.
Kala itu, Ali ditugaskan Kejaksaan menjadi jaksa peneliti dan jaksa penuntut umum dalam perkara dugaan pemerasan serta penyalahgunaan wewenang dengan tersangka Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah. Perkara itu menjadi polemik panjang di masyarakat dan baru berakhir setelah Kejaksaan menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP).
Nama Ali Murtono mencuat kembali pada 2011 ketika diajukan Kejaksaan Agung untuk menjadi Direktur Penuntutan KPK. Ali diajukan untuk menggantikan Ferry Wibisono, direktur sebelumnya. Nama Ali menjadi sorotan mengingat ia pernah menjadi jaksa dalam kasus Cicak vs Buaya. Pada akhirnya, Ali gagal duduk sebagai Direktur Penuntutan KPK.
Selain Ali, nama lain yang pernah menjadi sorotan media adalah Lila Agustina. Lila merupakan salah satu jaksa terbaik Kejaksaan Agung. Pada 2011, Lila pernah masuk daftar jaksa terbaik se-Indonesia dengan predikat harapan II. Nama Lila juga mencuat ketika menjadi penuntut umum dalam perkara dugaan pemalsuan akta gadai dan pencarian deposito untuk penerbitan fasilitas Letter Of Credit (L/C) Bank Century yang melibatkan Mukhamad Misbakhun, saat itu politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Lila menuntut Misbakhun dan Direktur Utama PT Selalang Prima Internasional, Franky Ongkowardjojo, selama 8 tahun penjara dan denda Rp 10 miliar subsider 6 bulan. Dalam tuntutannya, Lila melihat Misbakhun dan Franky terbukti melanggar pasal 49 ayat 1 huruf a Undang-Undang Perbankan junto pasal 55 ayat 1 KUHP. Namun tuntutan Lila tak dikabulkan majelis hakim. Misbakhun dan Franky hanya divonis 1 tahun penjara.
Jika Ali Murtono pernah menjadi ketua tim jaksa peneliti dan JPU dalam kasus mantan ketua KPK dan Lila pernah menuntut Misbakhun 8 tahun penjara dalam perkara kasus korupsi Bank Century, maka Ardito Muwardi baru-baru ini juga menjadi sorotan media. Pada Oktober lalu ia menjadi salah satu JPU dalam sidang kasus kopi sianida. Ada pernyataan kontroversial dari Ardito dalam sidang kasus yang menewaskan Wayan Mirna Salihin itu.
Usai persidangan, dia mengatakan jika penuntut umum tidak membutuhkan fakta-fakta dari mana asal sianida dalam kopi yang diminum Mirna. Menurut Ardito, fakta-fakta itu bukan bagian dari pembunuhan berencana seperti tertuang dalam pasal 340 KUHP. Ardito menganggap membunuh dengan racun itu sendiri sudah bisa dikategorikan pembunuhan berencana.
Menyimak Kiprah Jaksa Fedrik Adhar
Sedangkan Robertino Fedrik Adhar Syaripuddin sempat ramai dibicarakan pada April lalu. Saat itu ia mengunggah pernyataan di laman facebook miliknya mengenai operasi tangkap tangan KPK terhadap Bupati Subang Ojang Suhandi. Selain Ojang, KPK juga menetapkan dua orang jaksa sebagai tersangka yaitu Jaksa Deviyanti Rochaeni dan Jaksa Fahri Nurmallo.
Fedrik Adhar menyebut OTT KPK itu sebagai pencitraan. Dia mengajak netizen untuk melawan lembaga anti rasuah itu. Bahkan dalam postingannya, Fedrik mencibir pengungkapan kasus oleh KPK.
“Ke mana Century, BLBI, hambalang e ktp, yang ratusan trilun, ngapain OTT kecil-kecil. Kalo jendral bilang lawan, kita suarakan lebih keras perlawanan dan rapatkan barisan,” tulis Fedrik dalam statusnya yang diunggah pada Selasa, 14 April 2016. Status itu kini sudah lenyap dari beranda akun Facebook-nya.
Selain pernah mencibir OTT KPK, belakangan Fedrik juga sering memposting berita maupun foto berkaitan dengan aksi yang mendesak proses hukum kepada Ahok.
Misalnya pada 3 Desember lalu, mantan Jaksa Muara Enim ini pernah menyebarkan foto ustadz Arifin Ilham bertajuk #belaquran. Di hari yang sama, Fredrik juga menyebarkan tautan dari situs portalpiyungan.co terkait Aksi Bela Islam III yang berjudul “Doa Dahsyat Ust. Arifin Ilham Minta Diturunkan Hujan Sebagai Tanda Dijabahnya Doa Peserta 212… Dan Hujan pun Turun”.
Bahkan pada 1 Desember, Fredrik mengunggah sebuah foto suasana setelah Ahok masuk di lobi Jampidum Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan. Sehari sebelum Ahok mendatangi Kejaksaan Agung, Fredrik juga mengunggah berita detik.com berjudul “Kejagung Menilai Perbuatan Ahok Penuhi Unsur Pasal Penistaan Agama”.
Penulis: Arbi Sumandoyo
Editor: Zen RS