tirto.id - Massa pemilik toko pulsa yang mengatasnamakan Kesatuan Niaga Cellular Indonesia (KNCI) menggelar aksi demonstrasi di Istana, Senin (2/4/2018). Anggota KNCI yang menggantungkan usaha dari penjualan kartu perdana ini, protes terhadap kebijakan registrasi ulang SIM Card yang mengatur satu NIK hanya untuk pendaftaran tiga SIM Card.
Jelas saja, kebijakan bakal membatasi penjualan kartu perdana dan mengurangi kartu SIM card yang beredar. KNCI mengusulkan, konsumen yang ingin melakukan registrasi kartu seluler keempat dan seterusnya, maka tidak bisa lagi dilakukan mandiri lewat SMS. Mereka harus mendatangi gerai resmi dan kios pulsa milik masyarakat dengan tetap membawa serta KTP dan KK.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) memang sejak 31 Oktober 2017 hingga akhir Februari 2018 memberlakukan aturan yang berimbas pada keuntungan dari praktik “beli-buang” kartu perdana ini.
Perputaran bisnis kartu perdana selama ini memang cukup besar, setidaknya dapat dilihat jumlah kartu yang beredar. Muhammad Imam Nashiruddin, Komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) pernah mengatakan terdapat sekitar 370 juta SIM card yang beredar di masyarakat.
Konsekuensi lain dari adanya ketentuan registrasi kartu prabayar, tak hanya berimbas bagi pedagang pulsa tapi juga turut memengaruhi kinerja perusahaan operator telekomunikasi.
Sejak batas akhir registrasi kartu prabayar pada akhir Februari 2018 hingga satu bulan terakhir, saham-saham emiten operator telekomunikasi kompak dalam tren menurun, antara lain saham PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM),PT Indosat Tbk, dan saham PT XL Axiata (EXCL).
Mohamed Adlan Ahmad Tajudin, Direktur Keuangan PT XL Axiata justru punya pandangan, bahwa kebijakan registrasi ulang tak hanya dilihat dari aspek bisnis kartu perdana tapi konsekuensi lain terutama ihwal pemutusan atau pembekuan kartu SIM Card bagi konsumen yang tak patuh. Ia menyatakan penegakan aturan registrasi kartu prabayar akan memukul pendapatan perusahaan operator telekomunikasi.
Total pelanggan XL sepanjang 2017 lalu mencapai 53,5 juta orang. Dari angka itu, 52,8 juta di antaranya atau setara 98,7 persen merupakan pelanggan prabayar. Dari jumlah itu baru setengahnya (posisi awal Februari 2018) yang sudah mendaftar ulang menggunakan kartu identitas KTP dan juga KK.
“Enforcement pre-paid agak drastis, akan ada impact (dampak) ke industri, karena handset yang belum didaftarkan akan dimatikan,” kata Adlan dalam paparan kinerja XL 2017 dikutip dari Kompas.
Tri Wahyuningsih, General Manager Corporate Communication XL Axiata menyatakan, kebijakan registrasi kartu perdana prabayar memang memiliki tujuan positif untuk dapat memberikan manfaat bagi seluruh pihak baik pemerintah, masyarakat, pelanggan maupun perusahaan operator penyelenggara telekomunikasi. Oleh sebab itu, EXCL mendukung implementasi kebijakan tersebut.
“Meski dalam jangka pendek barangkali akan berpengaruh terhadap jumlah pelanggan kami, namun secara jangka panjang justru akan positif terhadap jumlah pelanggan setia kami,” jelas Tri kepada Tirto.
Perempuan yang akrab disapa Ayu ini menyebut jumlah aktivasi kartu perdana XL berkisar 300.000- 500.000 kartu setiap bulan. “Jumlah aktivasi SIM card tersebut selain meningkatkan jumlah pelanggan, juga untuk mengimbangi pelanggan yang sudah tidak menggunakan lagi SIM card XL atau churn rate,” kata Tri.
Kinerja EXCL tahun lalu cenderung stagnan, misalnya laba bersih menjadi Rp375 miliar di 2017 dari Rp376 miliar sepanjang 2016. Pendapatan perseroan mencapai Rp22,9 triliun sepanjang 2017, di mana 70 persen berasal dari penjualan data.
Saat XL buka-bukaan ihwal dampak registrasi ulang SIM Card, operator lain seperti Telkomsel justru sebaliknya. Adita Irawati VP Corporate Communication Telkomsel menuturkan, pihaknya masih belum bisa melihat dampak dari kebijakan pembatasan aktivasi kartu perdana terhadap bisnis perseroan karena aturan ini masih berjalan. Ia menyebutkan, setiap harinya jumlah pelanggan yang melakukan registrasi kartu prabayar semakin meningkat.
“Kami terus berupaya secara maksimal untuk melakukan edukasi dan sosialisasi terkait kebijakan registrasi prabayar. Kami menyadari upaya ini tidak mudah, mengingat pelanggan Telkomsel tersebar di seluruh Indonesia tidak hanya di kota besar tetapi juga hingga pelosok dan daerah perbatasan. Dengan segala keterbatasan yang ada, dibutuhkan waktu yang lebih lama dan metode yang lebih efektif untuk menyampaikan informasi mengenai kebijakan ini,” kata Adita.
Bila menilik total jumlah pelanggan prabayar yang dimiliki Telkomsel yang mencapai 196,3 juta pelanggan, yang mana sebanyak 191,58 juta atau setara 97,6 persen merupakan pelanggan prabayar, maka kebijakan soal kartu SIM Card sangat berpotensi memukul bisnis operator ini.
Sepanjang 2017, anak usaha PT Telkom ini meraup pendapatan usaha mencapai Rp93,2 triliun. Angka itu tumbuh 7,5 persen dibanding pendapatan 2016 yang sebesar 86,73 triliun. Namun secara kuartal, pertumbuhan pendapatan Telkomsel periode Oktober-Desember 2017 hanya naik 0,7 persen menjadi Rp23,69 triliun dibanding periode Juli-September 2017 yang sebesar Rp23,53 triliun.
Tahun lalu Telkomsel memang mencatatkan kenaikan laba atau EBITDA sebesar 7,7 persen menjadi Rp53,59 triliun dari tahun 2016 yang senilai Rp49,78 triliun. Bila dipotret secara spesifik pada kuartal III-2017, EBITDA Telkomsel susut 6,8 persen menjadi Rp12,74 triliun. Saat bersamaan memang telah berlaku ketentuan registrasi SIM Card (November-Desember 2017).
Indikasi serupa juga terjadi pada operator lain seperti PT Indosat Tbk. Pendapatan perseroan secara menyeluruh di 2017 mencapai tumbuh positif. Namun, bila melihat kinerja kuartal akhir 2017, perusahaan yang saat ini dipimpin oleh Joy Wahjudi ini hanya mengantongi keuntungan Rp73,68 miliar atau tergerus nyaris 80 persen dibanding laba perseroan pada periode Juli-September 2017 yang mencapai Rp358,92 miliar. Dampak kebijakan registrasi ulang sangat mungkin jadi penyebabnya, apalagi dari total pelanggan Indosat sampai akhir kuartal III-2017 sebanyak 97 juta pelanggan, 98,8 persen adalah pelanggan prabayar.
Kecenderungan kinerja menurun dari para operator selular pada kuartal IV-2017 juga dapat dilihat dari rekapitulasi data pelanggan setelah registrasi ulang. Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) yang digelar Komisi I DPR, Senin (19/3), Telkomsel, Indosat dan XL membeberkan jumlah masing-masing pelanggan yang akses komunikasinya mulai terputus. Telkomsel menyebut telah memblokir sebanyak 13 juta nomor. Indosat Ooredoo menyetop aktivitas 11,6 juta kartu pelanggan. Sedangkan XL Axiata menghentikan layanan kepada 9,6 juta kartu yang telah beredar.
Kebijakan registrasi ulang memang tak bisa dipungkiri berdampak pada kinerja perusahaan operator selular, terutama pada kuartal terakhir tahun lalu saat kebijakan itu berlaku. Setelah ini, kinerja perusahaan operator selular akan sangat tergantung apakah tuntutan Kesatuan Niaga Cellular Indonesia (KNCI) dapat dipenuhi, terutama menyangkut bisnis penjualan data kartu perdana yang selama ini menopang pedagang dan tentunya perusahaan selular.
Penulis: Dea Chadiza Syafina
Editor: Suhendra