tirto.id - Beberapa sekutu terdekat Amerika Serikat (AS) mengungkapkan kekhawatirannya setelah Presiden Donald Trump mengakui secara resmi Yerusalem sebagai ibu kota Israel, Rabu (6/12/2017) waktu setempat atau Kamis (7/12/2017) WIB. Mereka menilai langkah itu akan menjadi bibit bagi konflik baru di Timur Tengah.
Perdana Menteri Inggris, Theresa May menyebut keputusan Trump "tidak membantu dalam hal prospek perdamaian di wilayah ini."
Presiden Perancis Emmanuel Macron yang tengah berada di Aljazair pada Rabu bertemu dengan presiden negara tersebut dan tokoh lainnya, mengatakan dalam sebuah konferensi pers bahwa keputusan Trump "disesalkan."
"Perancis dan Eropa berkomitmen pada solusi dua negara," ujar di sebagaimana dilansir New York Times. Dia meminta semua pihak untuk menahan diri dari kekerasan.
Kanselir Jerman, Angela Merkel, mengatakan melalui juru bicara bahwa pemerintahannya "tidak mendukung posisi ini, karena status Yerusalem harus diselesaikan dalam kerangka solusi dua negara."
Perdana Menteri Italia Paolo Gentiloni dari Italia menulis di Twitter: "Yerusalem kota suci, unik di dunia. Masa depannya akan didefinisikan dalam kerangka proses perdamaian berdasarkan dua negara, Israel dan Palestina. "
Sementara di Cina, juru bicara Kementerian Luar Negeri, Geng Shuang, menyatakan dukungannya untuk sebuah negara Palestina dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya. Ia mendesak semua pihak yang terlibat konflik menyikapi keputusan Trump dengan hati-hati.
"Yang kami khawatirkan adalah potensi ketegangan regional," kata dia. "Status Yerusalem adalah isu yang rumit dan sensitif."
Pemimpin di wilayah Yerusalem sudah memperingatkan agar AS tidak bertindak gegabah. Sebuah pernyataan dari istana Raja Abdullah II dari Yordania, yang kerajaannya adalah penjaga Masjid Al-Aqsa di Yerusalem, menekankan bahwa kota tersebut sangat penting untuk "mencapai perdamaian dan stabilitas di wilayah dan dunia."
Di Turki, Presiden Recep Tayyip Erdogan mengadakan pertemuan puncak Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) pada 13 Desember mendatang di Istanbul untuk membahas keputusan AS.
Langkah ini menunjukkan “ "tindakan bersama di antara negara-negara Islam," kata juru bicara Erdogan, Ibrahim Kalin mengatakan kepada wartawan di Ankara.
Kalin menyebut perubahan kebijakan AS itu sebagai "kesalahan besar." Ia menambahkan bahwa "Yerusalem adalah kehormatan kita, Yerusalem adalah tujuan kita bersama, Yerusalem adalah garis merah kita."
Iran, yang tidak mengejutkan, mengutuk pengakuan AS itu. Pemimpin tertingginya, Ayatollah Ali Khamenei, mengatakan pada sebuah konferensi di Teheran pada Rabu bahwa ini mencerminkan "ketidakmampuan dan kegagalan" pemerintah AS.
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari