Menuju konten utama

RCTI vs Ninmedia: Putusan MK Sebut Hak Siaran Ulang Harus Ada Izin

MK menolak permohonan pengujian UU ITE yang diajukan oleh PT Nadira Intermedia Nusantara (Ninmedia).

RCTI vs Ninmedia: Putusan MK Sebut Hak Siaran Ulang Harus Ada Izin
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman membacakan keputusan pengujian Undang-undang Nomor 2 Tahun 2020 yang dilaksanakan secara virtual di gedung MK, Jakarta, Senin (28/9/2020). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay.

tirto.id - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang diajukan oleh PT. Nadira Intermedia Nusantara (Ninmedia), Selasa (29/9/2020).

Pihak terkait dalam perkara, PT Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI) menghormati putusan hakim konstitusi yang dipimpin oleh Anwar Usman. RCTI justru senang karena putusan MK memberikan perlindungan kepada lembaga penyiar dalam hak ekonomi atas konten siaran.

"Adanya Putusan Mahkamah Konstitusi dimaksud, semakin menegaskan mengenai

perlindungan hukum yang sudah sepatut dan selayaknya diberikan oleh Negara terhadap konten karya siaran semua dan setiap Lembaga Penyiaran Swasta (“LPS”), termasuk namun tidak terbatas kepada RCTI, karena konten karya siaran tersebut merupakan Hak Cipta dari Lembaga Penyiaran yang mengandung hak ekonomi dan bersifat eksklusif," kata Kuasa Hukum RCTI Andi F. Simangunsong dalam keterangan tertulis, Rabu (30/9/2020).

Andi mengacu kepada bagian pertimbangan putusan MK dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 78/PUU-XVIII/2020 pada halaman 185 yang menyatakan hak cipta adalah hal eksklusif dari pencipta yang memberikan kebebasan kepada pemegang hak cipta dalam melaksanakan hak tersebut, sekaligus melarang orang atau pihak lain untuk melaksanakan atau menggunakan hak cipta tersebut tanpa persetujuan pemegang hak cipta yang bersangkutan.

Selain itu, putusan MK juga menegaskan kalau Lembaga Penyiaran Berlangganan (LPB) tidak boleh melakukan kegiatan penyiaran ulang dalam bentuk apapun atas konten karya siaran dari LPS tanpa izin atau persetujuan dari LPS pemegang Hak Cipta atas konten karya siaran. Jika dilanggar, pelaku dapat dijerat hukum pidana.

"Pelanggaran atas hal tersebut dapat dikategorikan sebagai tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) UU ITE," kata Andi.

Berdasarkan putusan MK, Andi selaku kuasa hukum RCTI mengimbau kepada masyarakat untuk mematuhi dan mempedomani isi putusan MK dan menghormati hak cipta konten lembaga penyiaran swasta (LPS).

"Dalam kesempatan ini kami sekaligus mengimbau kepada semua pihak agar menghormati dan memedomani Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 78/PUU-XVIII/2020, dengan menghormati Hak Cipta atas semua konten karya siaran dari semua dan setiap LPS dan tidak melakukan tindakan-tindakan yang melanggar Hak Cipta dari LPS," kata Andi.

Perkara Nomor 78/PUU-XVII/2019 ini diajukan oleh PT Nadira Intermedia Nusantara. Pemohon mendalilkan telah dirugikan dengan diberlakukannya Pasal 25 Ayat (2) huruf a UU Hak Cipta karena dianggap melakukan “Penyiaran ulang siaran”.

Pemohon yang melaksanakan ketentuan UU Penyiaran untuk menyalurkan paling sedikit 10% dari program lembaga penyiaran publik (TVRI) dan lembaga penyiaran swasta (TV-TV swasta yang bersiaran secara free to air) justru dilaporkan oleh karyawan PT MNC SKY VISION ke pihak kepolisian karena menayangkan hasil karya cipta TV MNC Group.

Atas perkara ini, MK menolak permohonan pengujian pasal 25 ayat 2 huruf a UU Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Selasa (29/9/2020). Permohonan yang diajukan PT Nadira Intermedia Nusantara ditolak seluruhnya oleh hakim konstitusi.

“Amar putusan mengadili, menyatakan menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua Pleno Anwar Usman didampingi para hakim konstitusi lainnya dalam sidang pengucapan putusan Perkara Nomor 78/PUU-XVII/2019 pada Selasa (29/9/2020).

Baca juga artikel terkait UJI MATERI UU ITE atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri