Menuju konten utama

Razia Kucing di DKI dan Upaya Penyelamatan oleh Komunitas

Selain razia oleh dinas, pengendalian kucing juga dilakukan oleh komunitas.

Razia Kucing di DKI dan Upaya Penyelamatan oleh Komunitas
Warga mengadopsi kucing yang ditampung di Puskeswan Ragunan, Jakarta Selatan, Selasa (8/1/2019). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Diantyas, salah seorang pecinta kucing, mendatangi Pusat Kesehatan Hewan (Puskeswan) Ragunan, Jakarta Selatan, untuk mengambil satu kucing hasil penangkapan. Tyas sengaja memilih kucing yang kurang sehat. Ia mengatakan kebanyakan teman-temannya juga melakukan hal yang serupa.

Tyas tidak hendak adopsi kucing, melainkan foster. Foster merupakan istilah yang merujuk pada kegiatan merawat sementara. "[Rawat sementara] karena tidak semua orang mampu handle. Jika sudah sehat dan stabil, akan di-posting untuk [meminta pecinta kucing lain] adopsi," kata Tyas kepada reporter Tirto.

Setiap orang yang mau mengambil kucing di Puskeswan Ragunan perlu mengeluarkan duit sekitar Rp20 ribu per ekor.

Hal yang sama disampaikan Qori Soelaiman dari Yayasan Peduli Kucing. Qori menyampaikan, banyak teman-temannya sesama pecinta kucing turut melakukan foster.

"Tiga kucing yang kami bawa karakternya sangat traumatik, tua, dan sakit. Saat ini sedang dirawat oleh tim dokter yang juga merupakan tim kami," kata Qori kepada reporter Tirto.

Tak Tahu Caranya

Komunitas merasa apa yang telah mereka lakukan lebih baik dari pengendalian yang dilakukan dinas. Pernyataan ini merespons gambar dan video penangkapan kucing di Jakarta yang beredar di sosial media. Akun Instagram yang mengunggahnya antara lain @asosiasigakhdi dan @animalstoriesindonesia.

Menik Iriani Soedarto dari Ayang-Ayang Shelter, komunitas pecinta kucing wilayah Jakarta, mengatakan cara penangkapan oleh dinas biasanya kasar.

"Dari 2010, komunitas berjuang menyelamatkan kucing dari kejamnya penangkapan dan menyelamatkan yang sudah tertangkap," kata Menik kepada reporter Tirto. Salah satu yang kerap terjadi adalah induk kucing ditangkap, tapi tidak anaknya. Atau induk dan anak kucing ditangkap tapi tidak ditempatkan di tempat yang sama.

"Penangkapan jangan asal, apalagi kalau ada induk dengan anak-anaknya, ya jangan ditangkap. Atau ditangkap, tetapi lengkap dengan anak-anaknya," kata Menik.

Masalah lain yang masih ia temui di lapangan adalah kurang dilibatkannya komunitas pecinta kucing atau orang yang paham perilaku kucing. Pasalnya, tidak semua kucing yang berada di jalanan merupakan kucing yang belum divaksin atau disterilisasi.

Idealnya, kata Menik, jika tujuan penangkapan adalah untuk menghindari virus rabies, maka kucing yang sehat dan punya pemilik tak perlu diangkut. Suntik vaksin pun seharusnya langsung di lokasi, lalu dilepas lagi.

"Malah lebih memudahkan para petugas, kan," tambahnya.

Menik juga mengkritik program sterilisasi kucing dari Pemprov DKI. Jika penangkapan itu dilakukan demi menekan populas kucing, maka harusnya program itu diselenggarakan lebih banyak. Saat ini, katanya, suntik vaksin hanya dilakukan satu tahun sekali. Sementara kucing betina bisa melahirkan lebih banyak dari itu.

"Yang ada saat ini kan dari para pecinta kucing yang sudah buat baksos," kata Menik. "Sterilisasi dapat membantu mengurangi populasi," tambahnya.

Ditunda

Video penangkapan kucing yang ramai di media sosial dan menimbulkan protes warganet membuat Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan bergerak cepat. Anes menginstruksikan agar penangkapan ditunda dulu. Ini ia nyatakan melalui Twitter dan Instagram pribadi.

"Terkait polemik razia kucing, pagi ini saya instruksikan kepada Dinas terkait agar tunda kegiatan penangkapan," kata Anies via Twitter, Selasa (8/1/2019). Anies juga menginstruksikan agar dinas terkait mengajak bicara organisasi atau komunitas.

"Lakukan kegiatan pengendalian bersama dengan komunitas," tambahnya.

Baca juga artikel terkait RAZIA KUCING atau tulisan lainnya dari Fadiyah Alaidrus

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Fadiyah Alaidrus
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Rio Apinino