Menuju konten utama

Ratusan Akademikus Yogyakarta Desak Ketua MK Arief Hidayat Mundur

Ratusan civitas akademika Yogyakarta mendesak Ketua MK Arief Hidayat segera mundur karena melakukan korupsi kewenangan dan pelanggaran etika.

Ratusan Akademikus Yogyakarta Desak Ketua MK Arief Hidayat Mundur
Sejumlah civitas akademik dari Yogyakarta mengeluarkan pernyataan sikap untuk mendesak Ketua MK Arief Hidayat mundur dari jabatannya pada Rabu (21/2/2018). tirto.id/ Dipna Videlia

tirto.id - Sekitar 300 civitas akademika Yogyakarta mendesak Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat untuk segera mundur dari jabatannya, karena dinilai sudah melakukan korupsi kewenangan dan pelanggaran etika.

Pernyataan sikap civitas akademika ini tak hanya ditandatangani oleh guru besar, dosen dan dekan namun juga ratusan mahasiswa dari sejumlah kampus di Yogyakarta. Pernyataan mereka dituangkan dalam surat seukuran baliho yang akan dikirimkan ke alamat kantor MK di Jalan Medan Merdeka Barat 6, Gambir, Jakarta Pusat.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII), Busyro Muqoddas dalam peryataannya di kampus Universitas Gadjah Mada (UGM), Rabu (21/2/2018) menilai, Arief Hidayat sudah melakukan korupsi kewenangan dan pelanggaran etika.

"Di Indonesia, korupsi tidak hanya aspek finansial, kekayaan atau harta kekayaan negara, ada korupsi dalam bentuk penyalahgunaan kewenangan atau jabatan, apakah korupsi ini sudah dia [Arief Hidayat] langar? Sudah," kata Busyro.

Busyro beranggapan, MK yang merupakan anak kandung reformasi mempunyai kedudukan sebagai puncak dari lembaga negara yang punya keistimewaan berupa gelar negarawan yang disematkan pada sembilan hakim MK, termasuk ketuanya.

Konsekuensi dari predikat itu, menurut Busyro, adalah untuk mengawal, memperjuangkan, merawat dan menghormati konstitusi sebagai alas pijak untuk menguji judicial review pada sejumlah undang-undang.

"Maka yang melekat pada 9 hakim itu, terutama ketuanya adalah akhlak, etika, dan moral sekaligus, jika ini sudah rontok, maka rontok pula predikat negarawannya," ujar mantan komisioner KPK ini.

Busyro bahkan menduga ada agenda di balik sikap Arief Hidayat bersikukuh mempertahankan jabatan di lembaga penafsir tunggal konsitusi tersebut, apalagi tahun ini dan tahun depan merupakan tahun politik.

"Saya sangat khawatir ada agenda tersembunyi di balik yang bersangkutan mempertahankan diri, mungkin juga dan patut diduga yang mendukung itu juga ada agenda tersembunyi di balik dukungannya terhadap ketua MK yang sudah batal demi moral itu," lanjut Busyro.

Oleh karena itu, Busyro meminta agar sembilan hakim MK segera menunjukkan komitmen moral dan mengambil keputusan terkait Arief Hidayat. Busyro juga berharap dewan kode etik menyidangkan Arief secara terbuka.

Direktur Advokasi Pukat UGM, Oce Madril, dalam kesempatan yang sama, menyebut, banyak pelanggaran baru yang disampaikan oleh berbagai elemen masyarakat terkait dengan pelanggaran-pelanggaran etik lainnya yang dilakukan Arief Hidayat, dan sampai sekarang belum direspons dewan etik.

Belakangan, Arief Hidayat diduga melanggar kode etik karena adanya potongan percakapan dan pendapatnya di salah satu grup Whatsapp yang mengomentari putusan MK Nomor 46/PUU-XIV/2016 tentang perluasan perzinaan.

Dalam pernyataan 300 civitas akemika Yogyakarta pada Rabu ini disebutkan bahwa, Arief telah mendapatkan dua kali sanksi oleh Dewan Etik atas pelanggaran etika yang dilakukannya. Menurut civitas akademika Yogyakarta, komentar dan perilaku yang ditunjukkan Arief tidak mencerminkan seorang akademisi paripurna yang arif dan bijaksana.

Dua pelanggaran yang dimaksud adalah, pertama, Arief terbukti melanggar etik dan mendapat sanksi ringan akibat membuat surat titipan atau katebelece kepada mantan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus, Widyo Pramono. Kedua, Arief Hidayat terbukti melanggar Kode Etik Hakim Konstitusi karena telah bertemu dengan beberapa pimpinan Komisi III DPR RI di Hotel MidPlaza, Jakarta, saat proses seleksi calon hakim konstitusi berlangsung 2017 lalu.

Desakan Arief Hidayat Mundur

Desakan agar Arief Hidayat mundur dari jabatannya, bukan hanya sekali ini terjadi. Dua pekan lalu, puluhan profesor dari sejumlah perguruan tinggi juga melakukan hal serupa. Sebanyak 54 guru besar menandatangani surat desakan agar Arief mundur dari jabatannya.

Aksi ini sempat memunculkan tuduhan bahwa akademisi memiliki kepentingan politik tertentu atau keinginan untuk berkuasa. Namun tuduhan ini ditepis oleh Dekan Fakultas Hukum UGM Sigit Riyanto, dalam kesempatan yang sama.

"[Gerakan] ini sekali lagi tidak punya kepentingan politik atau untuk berkuasa. Yang kami lakukan adalah murni suara akademisi suara masyarakat sipil yang sahih dan merupakan suara yang ingin mengingatkan bahwa kita semua harus mengoreksi perilaku, tindakan atau hal-hal yang memang bertentangan dengan akal sehat dan nurani," pungkas Sigit.

Baca juga artikel terkait PELANGGARAN ETIK KETUA MK atau tulisan lainnya dari Dipna Videlia Putsanra

tirto.id - Hukum
Reporter: Dipna Videlia Putsanra
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Agung DH