tirto.id - Aktivis Ratna Sarumpaet akan mendengarkan putusan sela dari majelis hakim, Selasa (19/3/2019). Ratna pun berharap putusan sela yang baik baginya.
"Berharap aja yang terbaik," kata Ratna, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta Selatan, Selasa (19/3/2019).
Ratna mengaku optimis putusan sela bisa memberikan keadilan. Ia yakin, tuduhan jaksa tidak sesuai sehingga mendapat hasil putusan sela yang baik.
"Ya apa ya, optimis lah bismillah insyaallah di kasih keadilan," kata Ratna.
"Ya karena saya mengerti persoalannya. Kalau sesuai yang saya pahami walaupun saya awam memang saya nggak melakukan apa yang dituduhkan," sambungnya.
Di saat yang sama, Ratna mengaku akan kembali mengajukan penangguhan penahanan. Namun tidak hari ini.
"Insyaallah, tapi nggak hari ini," ungkapnya.
Pengacara pun membenarkan sidang pembacaan putusan sela Ratna akan berlangsung, Selasa (19/3/2019). Sidang rencana akan digelar pada pukul 9 pagi.
Aktivis Ratna Sarumpaet didakwa telah menyebar berita bohong dan keonaran. Ratna sempat memberikan informasi bohong bahwa dirinya dipukuli. Padahal, Ratna justru menjalani operasi kesehatan.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Ratna melanggar Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana atau Pasal 28 ayat (2) junto Pasal 45 A ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Pada persidangan Rabu (6/3/2019) lalu, tim kuasa hukum membacakan nota keberatan atas dakwaan Ratna. Dalam eksepsi, disebutkan ada dua poin keberatan yakni penerapan dakwaan pertama dan dakwaan tidak memenuhi unsur dakwaan.
Tim penasihat hukum memandang penerapan pasal 14 ayat 1 UU No 1 tahun 1946 tidak tepat dikenakan kepada Ratna. Alasannya, unsur dakwaan pertama tidak pernah terjadi dalam kasus Ratna.
Pihaknya, kata dia, mengacu kepada dalil JPU dalam dakwaan yang menyebut terjadi keonaran sebagaimana cuitan Rizal Ramli dan Rocky Gerung terkait kasus Ratna. Selain itu, orasi yang disampaikan beberapa orang di salah satu restoran, hingga konferensi pers yang dilakukan Prabowo Subianto sebagai bentuk perbuatan keonaran.
Kemudian, tim kuasa hukum juga memandang surat dakwaan JPU tidak cermat dan tidak memenuhi unsur pasal 143 ayat 2 huruf b KUHAP. Menurut penasihat hukum, dakwaan Ratna bukan dakwaan primair subsidair, tetapi dakwaan alternatif.
Menurut tim kuasa hukum, keseluruhan perbuatan materiel yang diujarkan dalam dakwaan telah salah karena tercampur aduknya antara perbuatan manusia dengan perbuatan antar-kaun melalui media elektronik atau media sosial.
Selain itu, perbuatan materiel tidak memasukkan unsur dari pasal yang didakwakan sesuai Peraturan Jaksa Agung tentang pembuatan surat dakwaan sehingga uraian jaksa di dakwaan kedua tidak memenuhi syarat.
Namun, pihak kejaksaan membantah dalil penasihat hukum, karena beranggapan dakwaan sudah sesuai ketentuan hukum yang berlaku dan meminta hakim memberikan putusan sela agar sidang tetap dilanjutkan karena eksepsi penasihat hukum ada yang masuk pada pokok perkara.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Dhita Koesno