tirto.id - PT Bank Central Asia (BCA) mencatat rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) di kuartal III (Q3) 2020 mencapai 3,1 persen. Angka ini naik tipis dari posisi Juni 2020 yang berkisar 3 persen maupun Desember 2019 yang berkisar 2,6 persen.
Jika dirinci penyumbang NPL BCA per Q3 2020 paling tinggi adalah perdagangan, restoran dan perhotelan yang mencapai 4,4 persen. Sektor ini memiliki porsi 23,2 persen dari total kredit BCA.
Sektor kedua adalah manufaktur dengan NPL 1,5 persen. Sektor ini memiliki porsi 21,4 persen total kredit BCA.
Selanjutnya, ada transportasi dengan NPL 1,2 persen diikuti oleh industri pertambangan dengan NPL 1 persen. Sektor pertanian dan konstruksi masing-masing memiliki NPL 0,5 persen. Lalu ada sektor keuangan dan layanan bisnis 0,3 persen. Terakhir, sektor listrik, gas, dan air memiliki NPL 0,1 persen.
Secara total, kredit BCA hanya turun 0,6 persen yoy. Per akhir September 2020 total kredit BCA mencapai Rp581,9 triliun.
Secara lebih detail per portofolio, pertumbuhan kredit sektor konsumer dan KPR terkontraksi 3,1 persen yoy. Capaian ini lebih buruk dari Juni 2020 yang masih tumbuh 0,3 persen yoy dan Maret 2020 yang tumbuh 7 persen yoy.
Pertumbuhan kredit kendaraan bermotor terkontraksi 19,3 persen yoy. Lebih buruk dari Juni 2020 yang terkontraksi 11,9 persen yoy dan Maret 2020 yang terkontraksi 2,2 persen yoy.
BCA tetap mencatatkan laba bersih per Q3 2020 dengan nilai Rp20 triliun. Lab aini hanya turun 4,2 persen dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp20,9 triliun.
“Sampai dengan pertengahan Oktober 2020, BCA memproses Rp107,9 triliun pengajuan restrukturisasi kredit atau sekitar 19 persen dari total kredit, yang berasal dari 90.000 nasabah. Total kredit yang direstrukturisasi pada akhir 30 September 2020 adalah sebesar Rp90,7 triliun, atau 16 persen dari total kredit pada semua segmen,” ucap Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk, Jahja Setiaatmadja dalam keterangan tertulis, Senin (26/10/2020).
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Maya Saputri