Pernyataan Wiranto yang menyebut penyebar hoaks perlu dijerat UU Terorisme dianggap ngawur oleh aktivis. Wiranto juga dinilai terlalu luas menafsirkan UU Terorisme.
Direktorat Siber Polri tak terburu-buru menentukan tersangka kasus akun Twitter @opposite6890 yang menuding Polri memiliki buzzer untuk mendukung capres Jokowi dalam Pemilu 2019.
Tim penasihat hukum Ratna Sarumpaet hari ini membacakan nota keberatan yang menyebutkan dakwaan JPU keliru dan tidak memenuhi aturan hukum yang berlaku dalam sidang kasus hoaks.
Penyidik Siber Direktorat Reserse Kriminal Polda Metro Jaya melakukan pelimpahan tahap dua dan barang bukti kasus hoaks tujuh kontainer surat suara tercoblos.
Pada 8 November 2018, berkas Ratna pernah dilimpahkan, namun dua pekan berikutnya berdasarkan hasil evaluasi kejaksaan, berkas dinyatakan belum lengkap (P19) sebab syarat formil dan materil kurang. Sehingga harus dikembalikan ke polisi.
Seharusnya pemerintah tak perlu terlalu sering menuding hoaks pada informasi yang kerap diberikan publik, karena bisa menghambat partisipasi publik dalam membangun demokrasi di Indonesia.
"Saya sudah bertemu dengan penyidik, pemeriksaan ini berkaitan dengan laporan yang saya buat di Bareskrim pada 5 November lalu atas tuduhan Dita anak PKI oleh 13 akun media sosial," ujar Wasekjen DPP PKB, Dita Indah Sari.