tirto.id - Zainal A Mochtar selaku Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (PUKAT UGM) mengatakan bahwa jumlah peraturan menteri di Indonesia tidak terkendali karena sudah mencapai puluhan ribu. Jumlah ini, katanya, berbeda jauh dengan jumlah peraturan pemerintah serta peraturan presiden.
"Peraturan menteri ini yang paling gemuk dan paling banyak menimbulkan masalah," ujar dia, dalam Konferensi Nasional Hukum Tata Negara, di Jember, Jawa Timur, pada Sabtu (11/11/2017) kepada Antara.
Zainal mengistilahkan kondisi tersebut dengan nama "obesitas regulasi". Persoalan ini, kata dia, akan sedikit terselesaikan bila seluruh peraturan menteri dipangkas dan dijadikan peraturan presiden saja, sehingga presiden bisa kontrol langsung dan tidak ada lagi ego sektoral di antara kementerian.
Dengan menggunakan sistem presidensial dimana presiden juga kepala pemerintahan, kata dia, maka menteri tidak memiliki kewenangan atributif, karena kewenangan negara diserahkan kepada presiden kemudian presiden mendelegasikan kepada menteri.
"Tetapi kondisi ini harus diiringi dengan penguatan kelembagaan," kata Zainal.
Akan tetapi pula, agar presiden bisa mengendalikan, dan menguatkan pengaturan peraturan presiden, maka dia memerlukan satu unit kerja khusus bidang perundang-undangan yang berada langsung di bawah presiden.
"Isi dari unit kerja khusus ini bisa berupa orang-orang yang memiliki kemampuan di bidang hukum, yang paham betul mengenai aturan, yang penting dapat memberikan kontrol dan menguatkan presiden," ujarnya.
Lebih lanjut dia berpendapat, bila seluruh peraturan yang bersifat luas berada dalam peraturan presiden, maka peraturan menteri dapat dihilangkan.
Penulis: Akhmad Muawal Hasan
Editor: Akhmad Muawal Hasan