tirto.id - Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menyebut iklan yang mereka pasang di beberapa koran pada akhir April lalu bukan kampanye.
Sekretaris Jenderal PSI, Raja Juli Antoni berkata, iklan yang dipasang di beberapa koran tingkat nasional dan daerah itu adalah bentuk pendidikan politik bagi masyarakat.
Pernyataan itu disampaikan usai Antoni memenuhi undangan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk mengklarifikasi keberadaan iklan di media massa.
"Apa yang kami lakukan melaksanakan tugas pokok dan fungsi parpol yaitu mengajak masyarakat berpartisipasi dan pendidikan dalam proses politik," ujar Antoni di Kantor Bawaslu, Jakarta, Jumat (4/5/2018).
Penyelidikan dilakukan Bawaslu karena ada dugaan tayangan iklan PSI di Koran Jawa Pos melanggar aturan kampanye sesuai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Partai itu diduga melanggar aturan kampanye di luar jadwal.
Selain di Jawa Pos, iklan PSI juga tayang pada beberapa koran lokal seperti Kedaulatan Rakyat dan Bali Pos. Iklan itu memuat hasil polling PSI yang menyertakan nama-nama potensial calon wakil presiden dan kandidat menteri untuk mendampingi Joko Widodo pasca pemilu.
Antoni yakin iklan partainya tak tergolong kampanye karena dilakukan tanpa embel-embel ajakan memilih PSI. Selain itu, iklan tersebut juga tak mengandung penjelasan visi dan misi PSI sebagai sebuah parpol.
"Kalau [pencantuman] logo ini bagian dari pertanggungjawaban. Ini polling untuk publik dan tak mungkin tak ada penanggungjawab. Makanya ada nama dan logo PSI untuk tanggung jawab," ujar Antoni.
Anggota Bawaslu RI Mochammad Afifuddin memastikan penyelidikan kasus dugaan pelanggaran kampanye PSI akan selesai 16 Mei mendatang. Usai penyelidikan, Bawaslu akan menentukan apakah tayangan iklan partai yang dipimpin Grace Natalie itu termasuk kategori kampanye atau tidak.
PSI terancam sanksi pidana pemilu jika terbukti melanggar aturan kampanye di luar jadwal. Sebabnya, waktu kampanye bagi peserta pemilu baru dimulai pada 23 September 2018.
Ancaman sanksi bagi PSI diatur dalam Pasal 492 UU Pemilu. Beleid itu menyebut, ancaman pidana penjara maksimal setahun dan denda paling banyak Rp12 juta menanti pelanggar aturan kampanye di luar jadwal.
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Alexander Haryanto