tirto.id - Akhir pekan lalu, lembaga pemeringkat Standard & Poor's akhirnya menaikkan peringkat kredit Indonesia menjadi layak investasi. Banyak reaksi gembira menyambut pengumuman S&P ini.
Indeks Harga Saham Gabungan langsung melejit Jumat (19/5/2017) akhir pekan lalu, bahkan sempat naik 3% hingga 6.800-an. Akhir pekan lalu, indeks ditutup menguat dan mencapai level tertinggi sepanjang sejarah menjadi 5.791. Sepanjang pekan lalu, IHSG naik sebesar 2,06%. Sepanjang tahun ini, IHSG sudah naik 9,35%. Sepanjang tahun ini, investor asing sudah memasukkan dana segar sebesar Rp28 triliun. Ramainya transaksi dan arus dana yang masuk pun membuat kapitalisasi bursa meningkat mencapai Rp6.308,4 triliun.
Pada Senin (22/5) ketika perdagangan dibuka, indeks kembal melaju dan dibuka naik lebih dari 1 persen. Indeks lalu ditutup melemah 0,73 persen menjadi 5.749.
Sekuritas plat merah Bahana Sekuritas langsung menaikkan target indeksnya hingga akhir tahun dari 6.000 menjadi 6.300. PT Bahana Sekuritas menilai, kenaikan peringkat ini akan membawa lebih banyak lagi arus modal asing masuk ke Indonesia sehingga yield surat utang akan turun. Dalam riset yang dilakukan Bahana memperlihatkan surat hutang pemerintah tenor 10 tahun mungkin akan turun ke kisaran 6,5%, dari level saat ini 6,9%.
"Kami melihat ada peluang suku bunga secara keseluruhan di market baik untuk surat utang maupun bunga bank, akan menyentuh level terendah pada 2019, terutama menjelang pemilihan presiden, terutama jika kondisi politik dapat lebih terkendali," kata Kepala Riset dan Strategis Bahana Sekuritas Harry Su.
Tidak hanya pasar saham, pasar obligasi pun sumringah dengan kenaikan peringkat ini. Kenaikan peringkat berarti juga penurunan risiko. Penurunan risiko meningkatkan harga obligasi dan menurunkan yield obligasi. Investor tidak meminta bunga terlalu tinggi karena risiko kredit yang telah menurun. Pada akhir pekan lalu, yield obligasi pemerintah bertenor 10 tahun, obligasi acuan, turun 0,23% dan diperkirakan akan dapat mengarah pada 6,7%.
Posisi peringkat dapat naik turun sesuai dengan keadaan perekonomian atau kinerja pemerintah yang sedang berkuasa. Ada banyak faktor yang menentukan naik dan turunnya peringkat ini.
Ketika terjadi krisis di kawasan Asia pada tahun 1997-1998 lalu, banyak negara di kawasan Asia terkena imbas krisis tersebut. Thailand misalnya, telah mengantungi peringkat A versi Moody’s dan A- menurut Standard & Poor’s. Fitch Ratings baru mulai memeringkat Thailand pada tahun 1998 ketika terjadi krisis.
Ketika krisis itu pula, peringkat Thailand anjlok menjadi BB+ alias masuk ke peringkat junk. Pada tahun 2000, Thailand bangkit dan ketiga pemeringkat besar kembali menyematkan peringkat layak investasi kepada Thailand. Peringkat itu berangsur dari BBB- menjadi BBB+ pada tahun 2014 hingga akhir 2016 lalu dari ketiga pemeringkat utama. Sebenarnya, Fitch sudah memberikan peringkat A-, tetapi pada Juni 2016 peringkat Thailand turun lagi menjadi BBB+.
Demikian pula dengan Filipina. Peringkatnya naik turun bagai roller coaster. Ketika mulai dilirik para pemeringkat tahun 1990-an, Filipina belum pernah mendapatkan peringkat layak investasi. Peringkat pertama yang didapatkan Filipina adalah BB- dari S&P pada 1993, naik menjadi BB+ pada 1997 sebelum krisis Asia. Kemudian peringkat Filipina diturunkan menjadi BB pada 2003 dan BB- pada 2005 karena kondisi fiskalnya yang semakin berantakan. Akhirnya pada 2010, Filipina mendapatkan peringkat BB dan BB+ pada 2012. Peringkat yang diberikan Fitch juga serupa. Saat ini, Filipina menggenggam peringkat layak investasi BBB, Baa2 dan BBB- dari pemeringkat S&P, Moody’s dan Fitch.
Negara di ASEAN yang mendapatkan peringkat sangat tinggi adalah Singapura. Saat ini, Singapura mengantungi peringkat AAA dari ketiga pemeringkat. AAA adalah peringkat tertinggi. Hanya ada beberapa negara saja yang mendapatkan peringkat AAA ini, seperti Australia, Kanada, Denmark, Jerman, Luxemburg, Norwegia, dan Swedia. Amerika Serikat pernah menjadi anggota klub elit ini. Setelah krisis finansial mulai merebak pada 2008, S&P menurunkan peringkat AS tersebut.
Menunggu
Tidak ada rumusan pasti berapa lama sebuah negara yang peringkatnya diturunkan dari investment grade menjadi junk akan kembali lagi mendapatkan peringkat pada posisi investment grade. Indonesia misalnya, untuk mendapatkan lagi peringkat investment grade dari S&P harus menunggu selama hampir 20 tahun. Tidak ada yang tahu juga kapan S&P akan kembali menyematkan predikat AAA kepada Amerika Serikat.
Secara garis besar, ada dua kelompok peringkat yaitu investment grade dan junk. Kedua pembedaan besar ini membedakan juga persepsi investor. Investor konservatif tidak mau menempatkan dananya pada negara yang menyandang peringkat junk walaupun memberikan imbal hasil lebih tinggi.
Invesment grade terdiri atas 4 sub kelompok yaitu: lower medium grade, upper medium grade, high grade dan prime. Masing-masing sub kelompok terdiri atas beberapa peringkat. Lower medium grade terdiri atas peringkat BBB- hingga BBB+. Upper medium grade terdiri atas A- hingga A+ dan high grade terdiri atas AA- hingga AA+ sementara hanya ada satu peringkat pada level prime yaitu AAA.
Peringkat BBB- yang diterima Indonesia dari S&P pekan lalu barulah peringkat paling buncit dari kelompok investment grade. Mengutip keterangan dari analis S&P Kim Eng Tan, salah satu alasan mengapa peringkat tersebut diberikan adalah karena fiskal Indonesia yang lebih prudent dan risikonya menurun.
Dalam laman pribadinya, Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri mengatakan, perjuangan Indonesia untuk mempertahankan status layak investasi akan cukup berat. "Mencapainya tak mudah, tapi untuk mempertahankannya lebih sulit," kata Faisal.
Menteri Keuangan Sri Mulyani pun menargetkan, setelah masuk ke peringkat layak investasi, tahun depan S&P akan memberikan kado berupa kenaikan outlook dari stabil menjadi positif. Outlook positif berarti ada peluang untuk kenaikan peringkat. “Hal ini akan memicu kami untuk bekerja lebih keras lagi,” kata Sri Mulyani.
Proyek-proyek infrastruktur yang memerlukan pendanaan besar pun dapat memanfaatkan momentum kenaikan peringkat ini. Jika tidak, dana investor hanya akan nyangkut di sektor keuangan, mudah lari jika ada sesuatu yang tidak membuat investor nyaman. Dengan berinvestasi pada proyek infrastruktur jangka panjang, investor tidak mudah pergi.
Masih banyak hal yang harus dibenahi, tetap menjaga fiskal agar lebih realistis, melakukan kebijakan yang membuat iklim investasi menyenangkan. Mempertahankan peringkat menjadi pekerjaan rumah bersama. Kalau sampai lepas lagi, maukah kita menanti 20 tahun ?
Penulis: Yan Chandra
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti