Menuju konten utama

Proses Revisi UU Penyiaran Dinilai Minim Transparansi

Sejumlah akademisi dan pemerhati pers Indonesia revisi UU penyiaran masih belum transparan. 

Proses Revisi UU Penyiaran Dinilai Minim Transparansi
Ilustrasi penyiaran. Getty Images/Istockphoto

tirto.id - Peneliti dan dosen tetap Ilmu Komunikasi UI, Nina Mutmainah, mengatakan proses revisi UU penyiaran masih minim transparansi. Menurutnya, saat ini masyarakat terkesan tidak dilibatkan secara aktif dalam mengevaluasi maupun menggodok draf revisi UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran tersebut. Sampai awal Desember, drat revisi masih berada di Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

"Sebenarnya kalau kita mau kasih masukan, dalam tahap proses pembuatan penyusunan undang-undang di tahap manapun boleh dong publik tahu dan publik berhak nanya ini seperti apa draf yang lagi berjalan dan proses penyusunannya seperti apa," kata Nina kepada Tirto usai acara di Universitas Indonesia Salemba, Jakarta, Rabu, (6/12/2017)

Nina menjelaskan transparansi adalah elemen yang tidak bisa ditawar-tawar karena revisi terhadap UU penyiaran akan memberikan dampak besar pada publik. Salah satu isu yang patut untuk diketahui adalah aturan mengenai pembatasan atau pelarangan iklan rokok di stasiun televisi. Selain itu, diperlukan juga regulasi yang lebih jelas mengenai Sistem Siaran Jaringan (SSJ) sebagai solusi untuk memperbaiki konten media penyiaran yang dinilai masih "Jakarta sentris".

Senada dengan Nina, peneliti senior Lembaga Studi Pers dan Pembangunan (LSPP) Ignatius Haryanto, mengatakan saat ini DRP yang harus aktif dalam mempercepat proses revisi dengan membuka draf ini kepada publik.

"Bolanya ini sekarang ada di DPR. Karena dari DPR inilah Komisi I dan Badan Legislasi yang akan mengumumkan bahwa draf yang mereka pegang ini resmi menjadi draf inisiatif dari DPR. Nah kalau ini sudah jalan lalu dibukalah sesi untuk pemerintah, anggota masyarakat sipil, dan stakeholders lain untuk mendiskusikan," terang Ignatius kepada Tirto. "Saya justru malah curiga kalau DPR selalu tertutup dan tidak membuka ruang untuk diskusi"

Paulus Widyanto yang 15 tahun lalu menjabat sebagai Ketua Pansus UU Penyiaran Tahun 2002, juga menekankan pentingnya transparansi dalam proses revisi UU ini.

"Kalau tidak dibuka itu nanti akan memperlama pembahasan UU penyiaran. Drafnya itu harus dibuka secara online," kata Paulus kepada Tirto.

Baca juga artikel terkait PENYIARAN atau tulisan lainnya dari Terry Muthahhari

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Terry Muthahhari
Penulis: Terry Muthahhari
Editor: Agung DH