Menuju konten utama

Propam PMJ Ambil Alih Kasus Polisi Tolak Laporan Korban Perampokan

Anggota Polsek Pulogadung, Aipda Rudi Panjaitan yang menolak laporan korban perampokan akan menjalani sidang kode etik pada Jumat (17/12).

Propam PMJ Ambil Alih Kasus Polisi Tolak Laporan Korban Perampokan
kantor polda metro jaya jakarta. FOTO/reskrimsus.metro.polri.go.id

tirto.id - Penyidik Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Metro Jaya mengambil alih penanganan kasus anggota Polsek Pulogadung atas nama Aipda Rudi Panjaitan yang menolak laporan seorang warga yang menjadi korban perampokan.

"Aipda Rudi kasusnya ditarik dari Polres Metro Jakarta Timur dan kini ditangani serius oleh Polda Metro Jaya," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Endra Zulpan, di Jakarta, Kamis (16/12/2021) dilansir dari Antara.

Zulpan menegaskan proses penyelidikan tetap berjalan dan yang bersangkutan dijadwalkan akan menjalani sidang kode etik pada Jumat (17/12).

Terkait sanksi mutasi keluar dari wilayah Polda Metro Jaya, Zulpan mengatakan, hal itu akan dilakukan setelah ada keputusan dari sidang kode etik tersebut.

Rangkaian kasus ini berawal ketika seorang wanita menjadi korban perampokan usai mengambil uang tunai di salah satu ATM di Kecamatan Pulogadung, Jakarta Timur.

Korban kemudian melapor kejadian yang dialaminya ke Polsek Pulogadung, tapi bukannya mendapat bantuan dari aparat penegak hukum, korban malah disuruh pulang oleh Aipda Rudi Panjaitan.

Kejadian tersebut bahkan menjadi viral di media sosial dengan tagar #PercumaAdaPolisi yang trending di Twitter.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Rusdi Hartono, menjadikan tagar tersebut sebagai bahan evaluasi institusi kepolisian untuk menjadi lebih baik lagi.

"Ini menjadi masukan bagi Polri untuk memperbaiki sesuai dengan harapan masyarakat. Kasus di Pulogadung itu sudah dilakukan penanganan," kata Rusdi di Mabes Polri, Jakarta Selatan.

Terkait penanganan perkara di Pulogadung, Rusdi mengatakan tidak ada pembiaran di dalam organisasi Polri.

Anggota yang melakukan tugas dengan baik akan diberi penghargaan, sebaliknya yang melakukan pelanggaran diberikan sanksi.

"Ini menjadi komitmen Polri untuk betul-betul tugas yang dilakukan anggota sesuai dengan ketentuan dan harapan masyarakat," terang Rusdi.

Peneliti Kepolisian Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menilai kejadian di Polsek Pulogadung ini adalah bukti kultur melayani belum terbentuk di Korps Tribrata. Ia mengingatkan SPKT (Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu) adalah ruang penting dalam menciptakan citra ke publik, tetapi malah difungsikan sebagai jabatan buangan.

“SPKT itu adalah etalase customer service Polri. Selama ini malah identik tempat ‘buangan’ anggota-anggota yang bermasalah. Akibatnya yang muncul ya masalah-masalah lagi," kata Bambang kepada reporter Tirto, Senin (13/12/2021).

Bambang juga menilai, sanksi etik dan disiplin yang dijatuhkan propam masih belum berdampak untuk memperbaiki perilaku anggota. Ia mengingatkan, mutasi ke wilayah lain justru membebani daerah satuan yang dituju. Personel yang dimutasi ke satuan lain justru adalah hal yang mereka kejar.

Oleh karena itu, Bambang menyarankan solusi terbaik penyelesaian kasus seperti Pulogadung adalah perlu adanya pelatihan customer service seperti di PLN maupun perbankan demi meningkatkan pelayanan bagi publik. Di sisi lain, hukuman yang efektif adalah sanksi penundaan kenaikan pangkat.

“Satu-satunya sanksi etik dan disiplin yang masih bisa dilakukan untuk memberi efek jera adalah penundaan kenaikan pangkat. Cuma masalahnya itu dilakukan dengan benar apa tidak? Karena seringkali yang terjadi hanya normatif di permukaan saja, kalau mereka punya jaringan di SDM tak lama kemudian juga mendapat promosi lagi," kata Bambang.

Baca juga artikel terkait POLISI

tirto.id - Hukum
Sumber: Antara
Editor: Bayu Septianto