tirto.id - Semua orang pernah menunda pekerjaan. Sebagian disertai dengan alasan yang jelas, seperti menjalankan prioritasnya terlebih dahulu. Sebagian lagi justru ‘sengaja’ menunda karena berbagai alasan subyektif, misalnya karena malas. Tipe penundaan pekerjaan yang kedua sering disebut sebagai prokrastinasi.
Prokrastinasi ini diambil dari bahasa latin yakni “pro” yang berarti “maju”, “ke depan”, “lebih menyukai” dan “crastinus” yang berarti “besok”. Kata ini lalu dirangkai sebagai istilah sendiri yakni proscrastination (prokrasinasi) yang artinya senang melakukan tugasnya besok.
Joseph Ferrari, Ph.D, profesor psikologi di De Paul University, Chicago sekaligus penulis Still Procrastinating: The No Regrets Guide to Getting It Done, menemukan sebanyak 20 persen pria dan wanita di seluruh dunia adalah proskrastinator dalam menjalani gaya hidup mal-adaptif mereka baik di rumah, tempat kerja, sekolah, hingga hubungan.
Ferrari mengatakan, prokrastinasi adalah kecenderungan untuk menunda dimulainya atau menyelesaikan tugas yang diinginkan sampai mengalami ketidaknyamanan dan detik-detik akhir deadline.
Prokrastinator secara aktif mencari-cari alasan untuk menunda pekerjaan mereka. Tentu dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang tidak ada hubungannya dengan tugas mereka, seperti membuka sosial media, menelepon teman berjam-jam, dan sebagainya.
Penggambarannya kurang lebih sama seperti yang ada di kartun “Spongebob Squarepants” episode “Procrastinator” di mana si Spons kuning mencari-cari alasan untuk menunda tugas esainya.
Dilansir Psychology Today, para prokrastinator, biasanya akan melontarkan kalimat “aku akan merasa lebih senang jika melakukan ini besok” atau “saya bekerja paling baik saat berada di bawah tekanan.” Padahal mereka tidak juga mendapat dorongan pada hari berikutnya ataupun bekerja dengan baik di bawah tekanan.
Ferarri mengungkapkan para prokrastinator melindungi perasaan mereka sendiri dengan mengatakan “ini tidak penting”. Kalimat tersebut tentu merupakan sebuah kebohongan, sama halnya dengan kalimat tekanan waktu membuat mereka lebih kreatif.
Sayangnya pada sebagian besar kasus, mereka tidak lebih kreatif, mereka hanya berpura-pura merasa seperti itu. Inilah yang membuat prokrastinator menyia-nyiakan kemampuan mereka.
Salah satu alasan banyak orang menunda pekerjaan adalah “menunggu termotivasi”. Orang-orang dengan alasan ini akan mengaku bahwa kinerja mereka lebih baik di bawah tekanan, seperti saat mendekati tenggat waktu.
Untuk membuktikan tanggapan ini, Dianne Tice dan William James dari Association For Psychological Science (APS) meneliti sekelompok mahasiswa untuk melacak pengaruh penundaan (dalam skala tertentu) terhadap kinerja akademik, stres, dan kesehatan umum mahasiswa dalam satu semester.
Studi tersebut menunjukkan, para partisipan ‘prokrastinator’ awalnya merasakan manfaat dari menunda pekerjaan mereka. Ini karena pada awal-awal mereka menunda pekerjaan untuk mengejar kegiatan-kegiatan yang lebih menyenangkan. Namun, seiring berjalannya waktu sanksi atas penundaan itu jauh lebih merugikan.
Pada akhirnya, para prokrastinator mendapatkan nilai akademik yang lebih rendah daripada siswa lainnya. Selain itu mereka juga melaporkan jumlah stres dan penyakit kumulatif yang lebih tinggi. Menurut Tice, menunda pekerjaan sejatinya bukan hanya tidak menyelesaikan pekerjaan tetapi juga membuat pelakunya menjadi lebih menderita dan merusak kesehatan mereka sendiri.
Penulis: Yonada Nancy
Editor: Yulaika Ramadhani