Menuju konten utama

Profil Ismail al Ghoul Jurnalis Palestina yang Dibunuh Israel

Profil Ismail al Ghoul jurnalis Palestina dari media Al Jazeera Arabic yang dibunuh Israel pada Rabu (31/7/2024). Dia dibunuh saat sedang bertugas.

Profil Ismail al Ghoul Jurnalis Palestina yang Dibunuh Israel
Ismail al Ghoul . Instagram/ismail_gh2

tirto.id - Profil Ismail al Ghoul sedang banyak dicari warganet usai jurnalis Palestina dari media Al Jazeera Arabic itu dibunuh Israel pada Rabu (31/7/2024). Ismail al Ghoul terbunuh saat sedang bertugas. Peristiwa ini menambah daftar panjang jurnalis yang menjadi korban kekejaman Israel.

Ismail al-Ghoul dan juru kameranya, Rami al-Rifi, tewas dalam serangan udara Israel di Jalur Gaza. Menurut informasi awal, kedua wartawan tersebut tewas ketika mobil mereka dihantam pada hari Rabu di kamp pengungsi Shati, sebelah barat Kota Gaza.

Mereka berada di daerah tersebut untuk melaporkan dari dekat rumah Ismail Haniyeh, pemimpin politik Hamas yang dibunuh pada Rabu dini hari di ibukota Iran, Teheran, dalam sebuah serangan yang dituduhkan kepada Israel.

Dikutip dari laporan Al Jazeera, Ismail dan Rami pada saat diserang mengenakan rompi media. Mobil yang mereka kendarai juga disertai dengan tanda pengenal. Mereka terakhir kali menghubungi kantor berita mereka 15 menit sebelum serangan.

Dalam panggilan telepon tersebut, mereka melaporkan adanya pemogokan di sebuah rumah di dekat lokasi liputan dan diperintahkan untuk segera pergi. Mereka pun pergi, namun saat dalam perjalanan menuju Rumah Sakit Al-Ahli Arab, mereka terbunuh.

Hingga berita ini ditulis, belum ada tanggapan dari Israel mengenai tewasnya dua orang jurnalis tersebut. Sebelumnya, Israel pernah membantah melakukan penargetan kepada jurnalis dalam perang di Gaza.

Namun, menurut angka awal dari The Committee to Protect Journalists (CPJ), setidaknya 111 jurnalis dan pekerja media terbunuh sejak dimulainya perang pada 7 Oktober 2023. Sementara itu, kantor media pemerintah Gaza menyebutkan, 165 jurnalis Palestina telah terbunuh sejak perang dimulai.

Dalam sebuah pernyataan, Al Jazeera Media Network menyebut pembunuhan tersebut sebagai "pembunuhan yang ditargetkan" oleh pasukan Israel. Mereka berjanji akan melakukan semua tindakan hukum untuk mengadili para pelaku kejahatan tersebut.

"Serangan terbaru terhadap jurnalis Al Jazeera ini merupakan bagian dari kampanye penargetan sistematis terhadap jurnalis dan keluarga mereka sejak Oktober 2023," kata Al Jazeera.

CPJ dalam pernyataan resminya pada Rabu (31/7/2024) meminta Israel memberikan penjelasan mengenai tewasnya Ismail Al Ghoul dan Rami Al Refee.

"CPJ kecewa dengan berita bahwa reporter TV Al Jazeera Ismail Al Ghoul dan juru kamera Rami Al Refee terbunuh dalam serangan Israel di Gaza," kata CEO CPJ Jodie Ginsberg di New York.

"Jurnalis adalah warga sipil dan tidak boleh menjadi sasaran. Israel harus menjelaskan mengapa dua jurnalis Al Jazeera lainnya terbunuh dalam serangan yang tampaknya merupakan serangan langsung," tegasnya.

Profil Ismail al Ghoul

Ismail al Ghoul meninggal di usianya yang ke-27 tahun, ia lahir pada tahun 1997. Ismail al Ghoul meninggalkan istri dan satu orang anak perempuan bernama Zeina.

Lebih kurang 10 bulan atau sejak perang meletus di Gaza pada Oktober lalu, Ismail al Ghoul harus terpisah dari istri dan anaknya.

Kedua orang yang disayanginya itu mengungsi di wilayah Gaza tengah. Sementara dirinya bertugas meliput kekejaman Israel secara langsung dari jalur Gaza.

Pada Juni lalu ia sempat memposting mengenai putrinya melalui akun X, "Hari-hari ini tidak seperti hari-hari lainnya, Zeina mulai berlari, berbicara, mengajukan pertanyaan. Dia tumbuh tanpa saya melihatnya," tulisnya.

Mohamed Moawad, redaktur pelaksana Al Jazeera Arab, mengatakan bahwa para jurnalis jaringan yang berbasis di Qatar itu terbunuh pada hari Rabu karena mereka "dengan berani meliput peristiwa di Gaza utara".

Ismail terkenal karena profesionalisme dan dedikasinya, membawa perhatian dunia pada penderitaan dan kekejaman yang terjadi di Gaza, terutama di Rumah Sakit al-Shifa dan lingkungan utara daerah kantong yang terkepung.

"Tanpa Ismail, dunia tidak akan melihat gambar-gambar mengerikan dari pembantaian ini," tulis Moawad di X, menambahkan bahwa al Ghoul "tanpa henti meliput peristiwa dan menyampaikan realitas Gaza kepada dunia melalui Al Jazeera".

"Suaranya kini telah dibungkam, dan tidak perlu lagi menyerukan kepada dunia bahwa Ismail telah memenuhi misinya kepada rakyat dan tanah airnya," kata Moawad. "Malu bagi mereka yang telah mengecewakan warga sipil, jurnalis, dan kemanusiaan."

Baca juga artikel terkait PROFIL atau tulisan lainnya dari Balqis Fallahnda

tirto.id - Aktual dan Tren
Kontributor: Balqis Fallahnda
Penulis: Balqis Fallahnda
Editor: Dipna Videlia Putsanra