tirto.id - Fenomena ekonomi dunia belakangan ini ditandai dengan merosotnya pertumbuhan ekonomi yang disertai dengan inflasi tinggi atau dikenal sebagai stagflasi. Indonesia sendiri telah mengalami inflasi di Juni 2022 yang mencapai 4,35 persen secara year on year (yoy). Inflasi ini menjadi tertinggi sejak lima tahun ke terakhir.
Beberapa ekonom mengungkap kenaikan inflasi yang tinggi bersifat abnormal, karena secara musiman pasca lebaran idealnya inflasi mulai menurun akibat normalisasi harga pangan.
Menanggapi hal tersebut, Deputi Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas Amalia Adininggar Widyasanti menjelaskan, meningkatkan produktivitas menjadi kunci untuk menurunkan risiko stagflasi terhadap perekonomian Indonesia.
"Oleh sebab itu, untuk menurunkan risiko dari stagflasi terhadap perekonomian Indonesia. Maka faktor kuncinya yang harus kita lakukan adalah peningkatan produktivitas," jelas Amalia dalam Seminar Kajian Tengah Tahun INDEF 2022, Rabu (6/7/2022).
Mengutip data Oxford Economics risiko stagflasi Indonesia relatif rendah dibandingkan negara-negara lain seperti Filipina, China, India, Malaysia, Brazil, Polandia sampai Turki.
Amalia menjelaskan, banyak negara maju beresiko mengalami stagflasi dipicu oleh output gap. Sementara negara berkembang lebih dipengaruhi oleh rendahnya tingkat produktivitas.
Kementerian PPN/Bappenas telah menentukan tema Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2023 yaitu peningkatan produktivitas untuk mendorong transformasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
Rumusan yang tertuang dalam RKP 2023 diharapkan dapat menjadi referensi bagi seluruh stakeholder di Indonesia untuk bersama-sama bergerak dalam rangka meningkatkan produktivitas Indonesia.
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Anggun P Situmorang