tirto.id - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat produksi beras Indonesia menurun tahun lalu. Produksi beras hanya menyentuh angka 31,31 juta ton, lebih rendah 2,63 juta ton atau setara 7,75 persen dari tahun 2018 yang menyentuh 33,94 juta ton.
Untungnya kebutuhan beras hanya 29,6 juta ton per tahun sehingga ada surplus 4,37 juta ton di 2018 dan 1,53 juta ton di 2019.
“Kita masih surplus di 2019. Itu kenapa harga beras relatif cenderung stabil,” ucap Kepala BPS Suhariyanto dalam Rilis Data Luas Lahan Baku Sawah 2019 KSA Padi 2019 dan Softlaunching AWR di Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (4/3/2020).
Turunnya produksi beras pada 2019 dipengaruhi oleh anjloknya produksi padi. Menurut BPS, pada tahun itu data produksi padi Indonesia diperkirakan hanya 54,60 juta ton gabah kering giling (GKG). Nilai ini turun 4,6 juta ton atau setara 7,76 persen dari perkiraan 2018 di kisaran 59,2 juta ton GKG.
“Secara keseluruhan, produksi padi di 2019 lebih rendah dibanding 2018,” ucap Suhariyanto.
Selama tahun lalu Indonesia mengalami cuaca ekstrem dengan curah hujan tinggi pada Januari-Februari 2019. Banjir terjadi di berbagai daerah, beberapa di antaranya menggenangi lahan sawah.
Lalu ada juga cuaca ekstrem berupa kemarau panjang di periode Juli-Desember 2019. Berbagai pengaruh cuaca ekstrem ini menurut Suhariyanto berkontribusi pada penurunan luas panen menjadi 10,68 juta hektar di 2019. Jumlah itu turun 700,05 hektare atau setara 6,15 persen dari tahun 2018.
“Ketika luas panen mengalami penurunan, produksi padi juga mengalami penurunan,” ucap Suhariyanto.
Rilis data yang digunakan BPS ini memanfaatkan metode survei Kerangka Sampel Area (KSA). KSA memanfaatkan citra satelit yang berasal dari Badan Informasi Geospasial (BIG) dan peta lahan baku sawah dari Kementerian ATR/BPN untuk estimasi luas panen padi.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Rio Apinino