tirto.id - Presiden Joko Widodo resmi mengumumkan bahwa ia menjamin kehadiran Timnas Israel dalam Piala Dunia U-20. Jokowi pun menegaskan bahwa penerimaan Timnas Israel tidak berarti menghilangkan komitmen Indonesia terhadap kemerdekaan Palestina dan aksi imperialisme Israel. Namun, pernyataan Jokowi masih memicu pro-kontra.
Ahli hukum internasional Hikmahanto Juwono menilai langkah Presiden Jokowi sudah tepat dalam menyikapi Piala Dunia U-20 meski ada penolakan Timnas Israel oleh beberapa pihak. Ia justru menyebut sikap Jokowi sudah sesuai amanat konstitusi.
"Sudah tepat dan sesuai dengan konstitusi. Justru penolakan seolah memandang warga Israel ataupun negara yang diwakilinya sebagai sesuatu yang haram untuk hadir di Indonesia," kata Hikmahanto kepada Tirto, Rabu (29/3/2023).
Hikmahanto menilai, penolakan yang harusnya dikedepankan adalah sikap zionis Israel yang menduduki secara paksa Palestina dan mempertahankan dengan kekerasan. Hal tersebut melanggar konstitusi Indonesia.
"Padahal yang ditentang oleh masyarakat dan pemerintah Indonesia seharusnya adalah kebijakan pemerintah zionis Israel yang mengambil paksa dan menduduki tanah rakyat Palestina dan mempertahankannya dengan kekerasan yang melanggar hak asasi manusia," kata Hikmahanto.
"Itulah yang diamanatkan oleh paragraf pertama pembukaan Konstitusi Indonesia bahwa penjajahan di atas dunia harus dihapuskan," tegas Hikmahanto.
Hikmahanto menerangkan, Indonesia baru bisa mengakui keberadaan Israel jika Israel sudah mengakui kemerdekaan Palestina dan mengembalikan Tanah Palestina. Indonesia baru bisa melakukan hubungan diplomatik jika Israel sudah tidak melakukan penjajahan.
"Namun, bila persepsi mengharamkan negara Israel dan warganya yang dibenarkan berarti sampai kiamat pun Indonesia akan menolak hal yang berbau Israel," kata Hikmahanto.
Sedikit berbeda, dosen hubungan internasional Universitas Jember M Iqbal menilai pernyataan Jokowi, dari segi komunikasi politik adalah upaya untuk mematuhi norma internasional dan semangat sportivitas dan fair play.
"Tetapi, terkandung hipokrisi politik. Satu sisi, mematuhi aturan FIFA atas nama sportif dan fair play serta menjunjung tinggi prinsip anti penindasan pada kemanusiaan. Di sisi lain, secara bersamaan tidak berani mengecam standar ganda FIFA atas sanksi yang dijatuhkan pada Rusia dan pembiaran FIFA pada Israel untuk ikut berlaga di ajang Piala Dunia U20, padahal terbukti terus menindas rakyat Palestina," kata Iqbal, Rabu.
Iqbal menilai, diplomasi soft power secara politik tengah diuji apakah memperjuangkan semangat kemanusiaan dan keadilan bagi Palestina atau Jokowi tutup mata dalam isu World Cup U-20. Hal ini berbeda dengan sikap Soekarno yang memerintahkan penolakan melawan Israel pada Piala Dunia 1958 lalu yang tegas.
"Apalagi penegasan Jokowi kepada masyarakat atas sikap dan intensi Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 untuk tidak mengaitkan urusan olah raga dengan politik, sejatinya sungguh naif. Artinya, Presiden Jokowi sedang gamang dan bimbang untuk tidak dikatakan ketakutan pada sanksi FIFA dan kemungkinan beragam efek ikutan yang tak terduga dari sekutu Israel lainnya di kancah internasional," kata Iqbal.
Iqbal menilai, pernyataan Jokowi sudah mengarah pada upaya 'menampar' penolak kehadiran Israel. Padahal, mereka yang menolak tengah menjalankan aturan konstitusi dan sikap ketegasan Soekarno di masa lalu. Ia menegaskan sikap Soekarno adalah semangat konstitusi dan norma moral universal.
Sayangnya, FIFA, dalam kacamata Iqbal, justru sudah menggunakan kepentingan politik dalam menjatuhkan sanksi berat Rusia di ajang Piala Dunia dan UEFA akibat invasi Rusia ke Ukrania, tetapi melanggengkan Israel yang menyerang Palestina.
Oleh karena itu, Iqbal melihat kenegarawanan Jokowi akan diuji di dunia internasional maupun politik. Di sisi lain, hal itu akan berdampak pada elektabilitas pemilih PDI Perjuangan, terutama kalangan Islam.
Ia menilai, Jokowi sebaiknya bersikap tegas seperti tidak menerbitkan visa untuk Timnas Israel disertai dengan keterangan amanat konstitusi. Di sisi lain, dalam kacamata pragmatis, Jokowi bisa bernegosiasi ke FIFA dengan meminta jadwal pertandingan tim Israel tidak digelar di Indonesia.
"Risiko terburuknya, menerima sanksi FIFA dengan semangat "garuda di dadaku" demi prinsip perdamaian dan keadilan," kata Iqbal.
Iqbal mengakui bahwa Jokowi mengutip pernyataan Dubes Palestina soal aturan FIFA. Namun, Jokowi tidak boleh sekadar melihat dari sisi pesan diplomasinya.
"Secara komunikasi politik, memang maksimal pesan diplomasinya hanya sebatas itu sikap Dubes Palestina merespons polemik ini. Jika ikut larut dalam pusaran protes politik domestik Indonesia, pasti akan lebih mempersulit nasib rakyat Palestina atas kekejaman Israel. Jika ikut mati-matian membela pernyataan presiden Jokowi, hampir pasti akan dinilai sebagai bentuk pengkhianatan pada rakyat Palestina," kata Iqbal.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri