tirto.id - Peneliti sekaligus Pakar Manajemen Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi menilai tarif listrik harus diturunkan oleh PLN pada tahun depan mengacu pada beberapa variabel perhitungan.
Menurutnya, pertimbangan untuk menurunkan tarif listrik bukan lagi perkara politik melainkan untuk meringankan beban rakyat, yang daya belinya masih rendah dan menjaga inflasi tetap pada kisaran 3% per tahun.
Apalagi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan telah menegaskan bahwa tidak akan ada kenaikan tarif listrik hingga akhir 2019. Hal ini konsisten dengan kebijakan Pemerintahan Jokowi yang disampaikan pada awal 2017 silam.
"Pada saat itu, pertimbangannya bukan karena hampir bersamaan dengan tahun politik, tetapi lebih untuk meringankan beban rakyat, yang daya belinya lagi rendah dan menjaga inflasi tetap pada kisaran 3% per tahun," ujar Fahmy kepada Tirto, Senin (8/7/2019).
Ia menjelaskan kebijakan untuk tidak menaikkan tarif listrik hingga akhir 2019 telah menyebabkan harga pokok penyediaan (HPP) listrik lebih tinggi dari pada tarif listrik ditetapkan pada 2017-2019.
Konsekuensinya, pemerintah harus mengalokasikan sejumlah dana untuk kompensasi sebesar Rp7,45 triliun dan subsidi sebesar Rp15,72 triliun, yang dibebankan pada APBN tahun berjalan.
Untuk mengurangi beban APBN periode 2020, pemerintah akan menyesuaikan tarif listrik melalui penerapan automatic adjustment bagi 12 golongan pelanggan listrik.
Automatic adjustment, jelas Fahmy, adalah mekanisme penyesuaian tarif listrik secara otomatis dengan memerhatikan varibel penentu HPP, yang terdiri dari Indonesian Crude Price (ICP), inflasi, dan kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS), serta harga energi primer.
Penyesuaian tarif listrik otomatis itu berdasarkan variabel penentu tersebut bisa menyebabkan tarif listrik naik, tetapi bisa pula tarif listrik turun dibanding tarif listrik sebelumnya, tergantung dari besaran variabel penentu tersebut.
"Kalau mencermati HPP listrik pada saat ini tampaknya besaran semua variabel penentu itu akan menurunkan besaran HPP listrik. Kurs tengah rupiah terhadap dolar [AS] selama bulan Juli 2019 cenderung menguat mencapai rata-rata Rp14.148 per satu dolar AS lebih kuat ketimbang asumsi APBN 2019 dan RKAP PLN yang ditetapkan sebesar Rp15.000 per satu dolar AS," terangnya.
Selain itu, lanjut pengamat ekonomi energi tersebut, ICP juga cenderung turun pada kisaran 61 dolar AS per barel atau lebih rendah dibandingkan dengan harga asumsi ICP di APBN yang ditetapkan sebesar 70 dolar AS per barel. Inflasi Juli diprediksikan juga rendah diramalkan hanya 0,12% per bulan, atau sekitar 3,12% yoy sepanjang 2019.
Selain ketiga indikator itu, biaya energi primer yang menentukan HPP listrik cenderung tetap, bahkan beberapa beberapa harga energi primer mengalami penurunan. Salah satunya, adalah Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 1395K/30/MEM/2018 yang menetapkan Domestic Market Obligation (DMO) harga batu bara yang dijual kepada PLN sebesar 70 dolar AS per ton.
"Dengan DMO harga batu bara itu, beban HPP listrik memang dapat diturunkan," tegasnya.
Di samping itu, harga gas juga ditetapkan 8% dari di mulut sumur gas atau maksimum 14,5% di plant gate pembangkit listrik, sehingga harganya lebih rendah. Efisiensi yang dilakukan PLN, seperti susut jaringan dan operasional keuangan, juga telah menurunkan HPP listrik selama 2019.
"Berdasarkan kecenderungan penurunan ICP, penguatan kurs rupiah terhadap dolar AS, dan stabilitas inflasi, penurunan harga energi primer, utamanya harga batu bara dan gas, serta efisiensi yang dilakukan PLN selama ini, maka HPP listrik mestinya mengalami penurunan yang signifikan," tegasnya.
Dengan penurunan HPP listrik itu, menurut dia, penetapan tarif dengan menggunakan automatic adjustment mestinya akan menurunkan tarif listrik pada 2020.
Penurunan tarif yang didasarkan atas penurunan HPP listrik tidak akan merugikan bagi PLN, bahkan PLN masih akan memperoleh margin dari penjualan setrum yang tarif listrik ditetapkan di atas HPP listrik. Dengan adanya berbagai manfaat itu dan PLN masih memperoleh margin, maka tarif listrik harus diturunkan pada awal 2020 mendatang.
"Penurunan tarif listrik akan semakin menurunkan tingkat inflasi, sehingga dapat menurunkan harga-harga kebutuhan pokok. Bagi konsumen industri, penurunan tarif listrik akan menurunkan harga pokok penjualan produk dan jasa, sehingga dapat meningkatkan daya saing produk dan jasa di pasar dalam negeri, maupun pasar ekspor," ungkapnya.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Maya Saputri