tirto.id -
"Sementara kondisi di pasar tenaga kerja juga cenderung mengetat, dengan jumlah mencapai 201.000 dari bulan sebelumnya yang tercatat 147.000. Hal ini terindikasi dari data NFP (Non-Farm Payroll) per Agustus 2018," ujar Josua kepada Tirto pada Selasa (25/9/2018).
Selain itu, belanja konsumsi perseorangan (personal consumption expenditure) yang tercatat 2,3 persen melampaui target 2 persen, juga merupakan indikator utama inflasi yang mempengaruhi keputusan The Fed menaikkan suku bunga acuan.
"Peningkatan aktivitas ekonomi AS diperkirakan akan mendorong peningkatan tren inflasi serta tingkat pengangguran sesuai dengan ekspektasi The Fed," ujarnya.
Merespons pengetatan kebijakan moneter The Fed, ia memperkirakan Bank Indonesia (BI) akan menaikkan kembali suku bunga acuan sebesar 25 bps pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulan ini menjadi 5,75 persen. RDG Bank Indonesia pada bulan ini berlangsung pada Rabu hingga Kamis.
"Kenaikan suku bunga acuan BI diperlukan dalam rangka mendorong attractiveness dari pasar keuangan domestik, serta menekan pelebaran defisit transaksi berjalan yang didorong oleh peningkatan aktivitas ekonomi domestik," ujarnya.
Dengan kenaikan suku bunga acuan tersebut diharapkan dapat menjaga defisit transaksi berjalan (current account deficit/ CAD) di sekitar 2,5-2,7 persen terhadap PDB. CAD pada kuartal II/2018 diketahui membengkak hingga 3 persen terhadap PDB atau senilai 8 miliar dolar AS.
"Selain fokus dalam menekan CAD, kenaikan suku bunga BI juga bertujuan untuk menjaga ekspektasi inflasi hingga akhir tahun yang diperkirakan akan berada di kisaran 3,5 persen hingga akhir tahun ini," ujarnya.
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Maya Saputri