tirto.id - Perekonomian dunia diperkirakan akan mengalami pertumbuhan 5,6 persen pada 2021, menurut proyeksi terbaru yang dirilis Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD).
Proyeksi yang dirilis OECD pada 9 Maret kemarin tersebut lebih tinggi jika dibandingkan prediksi pertumbuhan yang dirilis pada akhir tahun lalu.
OECD bahkan optimistis angka produksi dunia akan kembali mencapai level seperti masa sebelum pandemi pada pertengahan 2021 mendatang.
Namun, OECD mengingatkan kecepatan pemulihan perekonomian dunia akan sangat bergantung pada cepatnya pelaksanaan vaksinasi Covid-19 secara global dan keberhasilan mengatasi dampak sebaran varian baru virus corona.
"Pemulihan ekonomi global sudah di depan mata, tetapi pelaksanaan vaksinasi yang lebih cepat dan efektif di seluruh dunia sangat penting, sambil tetap menerapkan protokol kesehatan dan aturan jarak sosial yang diperlukan," demikian kesimpulan Outlook Ekonomi Sementara OECD.
Sekretaris Jenderal OECD Angel Gurría menjelaskan aktivitas perekonomian di banyak sektor telah mulai meningkat dan beradaptasi dengan sejumlah kebijakan pembatasan, selama beberapa bulan terakhir. Pelaksanaan vaksinasi, meski belum merata, serta pengucuran stimulus dari pemerintah telah memberikan dorongan besar pada perekonomian.
Oleh karena itu, Gurría menegaskan, pelaksanaan vaksinasi Covid-19 serta pengucuran stimulus fiskal perlu didorong lebih cepat sekaligus terarah. Upaya ini tidak hanya penting untuk mengatasi dampak pandemi, tetapi diperlukan guna menciptakan landasan pemulihan perekonomian global yang lebih berkelanjutan.
"Kecepatan adalah yang terpenting," kata Gurría, dalam siaran resmi OECD.
"Vaksin harus disebar lebih cepat dan mendunia. Ini butuh kerja sama dan koordinasi internasional yang lebih baik daripada yang kita lihat saat ini."
Apabila program vaksinasi Covid-19 tidak lekas menurunkan angka infeksi, atau jika varian baru Sars-CoV-2 makin luas persebarannya dan membuat vaksin tidak efektif, pengeluaran konsumen dan aktivitas bisnis berpotensi kembali merosot.
"Vaksinasi secara luas untuk populasi orang dewasa merupakan kebijakan ekonomi terbaik yang bisa dilakukan saat ini untuk membuat ekonomi dan lapangan kerja tumbuh lagi," kata Kepala Ekonom OECD Laurence Boone.
"Jika vaksinasi tidak menjangkau cukup banyak orang dengan cepat sehingga memungkinkan pembatasan dicabut, pemulihan [ekonomi] akan lebih lambat dan manfaat dari stimulus fiskal bisa lenyap," Laurence mengimbuhkan.
Prediksi Pertumbuhan Negara G20, Termasuk Indonesia
Merujuk ke proyeksi terbaru OECD, negara anggota G20 yang diprediksi mengalami pertumbuhan ekonomi tertinggi pada 2021 adalah India. Produk Domestik Bruto (PDB) India diperkirakan akan tumbuh 12,6 persen tahun ini. Sementara Cina diperkirakan mengalami pertumbuhan 7,8 persen.
Dalam skenario OECD, pertumbuhan AS diproyeksikan mencapai 6,5 persen pada 2021. Prediksi tersebut meningkat 3 poin persentase lebih jika dibandingkan proyeksi OECD pada akhir tahun lalu. OECD menyatakan optimisme itu didasari adanya stimulus fiskal skala besar yang sekarang direncanakan oleh AS bersamaan dengan percepatan vaksinasi.
Sementara di kawasan Eropa, di mana tingkat stimulus fiskal lebih rendah dan peluncuran vaksin lebih lambat, Outlook Ekonomi Sementara OECD memperkirakan PDB naik 3,9 persen, atau hanya naik 0,3 poin persentase dibanding perkiraan akhir Desember 2020 lalu.
Adapun Indonesia diprediksi mengalami pertumbuhan 4,9 persen pada tahun 2021.
"Pemulihan kemungkinan akan lebih moderat di Amerika Latin dan Afrika, di tengah kebangkitan penularan virus [Covid-19], pemberian vaksin yang lambat, dan terbatasnya ruang lingkup untuk dukungan kebijakan tambahan," tulis OECD.
Berikut prediksi pertumbuhan ekonomi negara-negara G20 pada 2021, berdasarkan proyeksi OECD terbaru:
- India: 12,6 persen
- China: 7,8 persen
- AS: 6,5 persen
- Turki: 5,9 persen
- Prancis: 5,9 persen
- Spanyol: 5,7 persen
- Inggris: 5,1 persen
- Indonesia: 4,9 persen
- Kanada: 4,7 persen
- Argentina: 4,6 persen
- Meksiko: 4,5 persen
- Australia: 4,5 persen
- Italia: 4,1 persen
- Uni Eropa: 3,9 persen
- Brasil: 3,7 persen
- Korea Selatan: 3,3 persen
- Afrika Selatan: 3 persen
- Jerman: 3 persen
- Rusia: 2,7 persen
- Jepang: 2,7 persen
- Arab Saudi: 2,6 persen.
Editor: Iswara N Raditya