tirto.id - Sidang praperadilan Setya Novanto diskors alias diberhentikan sementara hingga 90 menit. Penundaan ini setelah pihak KPK ingin menunjukkan bukti video kepada hakim tunggal praperadilan Kusno terkait pelaksanaan sidang perdana pembacaan dakwaan Setya Novanto.
Hakim Kusno ingin memastikan bahwa sidang perdana korupsi e-KTP dengan agenda pembacaan dakwaan atas terdakwa Setya Novanto digelar hari ini.
Sidang mulai memanas saat KPK akan menunjukkan cuplikan video setelah memeriksa ahli hukum tata negara UGM Zainal Arifin Mochtar. Setelah pemeriksaan terhadap Zainal dianggap selesai, persidangan pun akhirnya berupaya memutar cuplikan video persidangan perdana Setya Novanto.
Saat persidangan hendak membahas video tersebut, penasihat hukum Setya Novanto, Agus Triyanto meminta video untuk tidak ditayangkan. Ia menyadari bahwa KPK ingin membuktikan proses persidangan. Namun, ia menyarankan agar hakim menilai sendiri dengan meminta rekaman tersebut.
"Lebih baiknya silakan mereka untuk merekam termohon ini kemudian menyerahkan itu bukti rekaman dan Yang Mulia yang dapat menilai dengan pertimbangan sendiri rekamannya," kata Agus di pengadilan negeri Jakarta selatan, Jakarta, Rabu (13/12/2017).
Hakim pun sempat mengonfirmasi dalil KPK yang ingin menyampaikan proses persidangan telah dilakukan. Ia pun sempat melihat beberapa detik momen saat Ketua Majelis Hakim Yanto menyatakan sidang perkara Setya Novanto telah dibuka. Setelah melihat sedikit, ia memutuskan menerima permintaan Agus.
"Saya terima usul pemohon. Untuk diserahkan ke Hakim akan saya putar sendiri, itu saya terima usulnya dan sidang saya skors," kata Kusno.
Kusno menerangkan, dirinya juga memahami keinginan KPK. Akan tetapi, menurut Kusno, pemutaran film terlalu lama sehingga ia meminta salinan dan memutar sendiri. Setelah meminta rekaman, Kusno pun memutuskan untuk menunda persidangan selama satu jam setengah atau 90 menit.
"Jadi sidang kita skors dulu ya, kurang lebih 1,5 jam," kata Kusno.
Usai penundaan, penasihat hukum Setya Novanto, Ketut Mulya Arsana enggan mengomentari putusan skors hakim. Ketut enggan mengomentari alasan skors hakim. Menurut Ketut, hakim tidak menyatakan alasan skors.
"Ini dia tidak menyatakan skorsnya apa," kata Ketut usai skors di pengadilan negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Rabu.
Saat dimintai tanggapan tentang alasan penolakan pemutaran, Ketut menilai pemutaran video tidak etis. Ia menilai gugatan praperadilan belum gugur selama belum pemeriksaan. Ia menilai, putusan Mahkamah Konstitusi nomor 102/PUU-XIII/2015. Ia menilai persidangan praperadilan belum berarti berakhir saat hakim persidangan dakwaan Novanto mengetuk palu dimulainya persidangan.
"Pemeriksaan itu kan debateable apakah ketika hakim ngetok palu itu pemeriksaan sudah berlangsung? Kan belum. Ada yang mendefinisikan itu ketika dakwaan sudah dibacakan," kata Ketut di pengadilan negeri Jakarta selatan, Jakarta, Rabu.
Ketut pun enggan mengomentari kabar bahwa sidang praperadilan berhenti karena sidang sudah digelar. Ia mengingatkan persidangan berakhir atau tidak tergantung putusan hakim praperadilan. Oleh sebab itu, mereka menunggu putusan hakim praperadilan.
"Kita lihat putusan praperadilan seperti apa," kata Ketut.
Sementara itu, Kabiro Hukum KPK Setiadi menegaskan, pemutaran video dilakukan karena mereka telah menerima salinan video penayangan sidang pertama Setya Novanto. Setiadi menegaskan, KPK ingin memutar video karena ingin membuktikan unsur 82 ayat 1 dan ayat 2 KUHAP bahwa sidang praperadilan harus berhenti karena sidang perkara pokok sudah dimulai.
"Kita bisa menunjukkan kepada hakim tunggal bahwa sidang pokok perkara atas nama terdakwa SN ini sudah dimulai, sudah dibuka untuk umum. Sudah ada fakta hukumnya," kata Setiadi di Gedung Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Rabu.
Setiadi menegaskan, pendirian mereka sesuai KUHAP. Menurut Setiadi, sepanjang menyangkut penanganan tindak pidana yang tidak langsung berkaitan dengan KPK, KPK ikut ketentuan perundang-undangan. Saat ini, KPK mempunyai aturan khusus tentang penyitaan maupun penyidikan. Namun, mereka tidak mempunyai aturan tentang peradilan sehingga mereka mengikuti ketentuan KUHAP.
Setiadi mengingatkan, hukum memuat dua fakta yakni fakta rill dan fakta administratif. Apabila ada suatu perbuatan tapi tidak ada bukti administrasi itu bisa dipertanyakan. Namun, menurut KPK, gugurnya putusan tetap memerlukan putusan hakim. "Kalau ada bukti hitam putih itu lebih kuat lagi," kata
Akan tetapi saat disinggung kemungkinan dakwaan tidak dibaca hari ini, Setiadi enggan berkomentar lebih lanjut. Ia enggan mengomentari apakah tindakan skors sebagai langkah mengulur waktu. Mereka menunggu keputusan pengadilan.
"Saya tidak mau berandai-andai karena di sana baru diskors di sini juga diskors. Ya udah," kata Setiadi.
"Kita ikutin saja. Masyarakat bisa menilai siapa yang mengulur-ulur dan siapa yang mempercepat," tutur Setiadi.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri