tirto.id - Bakal calon presiden dari Koalisi Indonesia Maju (KIM), Prabowo Subianto mengatakan, situasi politik Indonesia hari ini penuh dengan aroma pengkhianatan. Hal itu disampaikannya saat memberikan pidato politik deklarasi dukungan Partai Gelora terhadap dirinya.
"Memang akhir-akhir ini sarat dengan aroma-aroma pengkhianatan," kata Prabowo dalam pidato politiknya, di Jakarta, Sabtu (2/9/2023).
Dalam pidatonya, Prabowo memang tidak menyinggung siapa yang dimaksud pengkhianat tersebut. Namun ucapan itu spontan disambut gemuruh dan tawa oleh seluruh elite Partai Glora dan peserta yang hadir.
Belakangan situasi politik di Indonesia terus berubah. Terbaru, Prabowo ditinggal pergi PKB yang memilih kontrak kerja sama politik dengan Nasdem. Padahal PKB sebelumnya merapat koalisi bersama Gerinda, PAN, dan Golkar.
Menteri Pertahanan itu kemudian mencontohkan pengkhianatan dimaksud. Ia menyampaikan ketika dirinya saat itu yang merapat kepada pemerintahan Jokowi. Di mana, saat itu sempat ditentang oleh para pendukungnya.
"Pak Jokowi punya jiwa besar mengajak saya. Saya ditentang tadinya bergabung. Ditentang saya oleh pengikut-pengikut saya sendiri. Saya dituduh pengkhianat," ujar Prabowo yang disambut tawa.
Partai Gelora Indonesia akhirnya resmi mendukung Prabowo Subianto maju sebagai bakal calon presiden untuk Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Ketua Umum Partai Gelora Muhammas Anis Matta menyerahkan surat dukungan itu kepada Prabowo Subianto saat acara Deklarasi Partai Gelora Indonesia Mendukung Prabowo Subianto sebagai Calon Presiden RI 2024–2029 di Jakarta, Sabtu (2/9/2023).
“Saya ingin menyebut Pak Prabowo sebagai man of the moment yang membuat kami di Partai Gelora dan partai-partai di koalisi mendukung beliau," kata Anis Matta, seperti dilansir Antara.
Ia mengatakan Partai Gelora lahir di tengah-tengah krisis dan lahir dengan satu mimpi menjadi solusi dari krisis itu. Untuk itu, partainya mencari sekutu.
"Deklarasi ini merupakan perjodohan Partai Gelora dan Pak Prabowo dan teman-teman koalisi lainnya untuk mengantarkan Indonesia menavigasi Indonesia melalui krisis yang rumit,” kata Anis Matta.
Editor: Restu Diantina Putri