Menuju konten utama

Prabowo KO Dalam Debat, Tim Suksesnya Mengganas di Luar

Setelah debat, muncul beragam tudingan ke Jokowi, termasuk dari tim sukses mereka. Kata pengamat, itu upaya untuk memenangkan opini setelah kalah dalam debat.

Capres nomor urut 01 Joko Widodo (kiri) berjabat tangan dengan Capres nomor urut 02 Prabowo Subianto (kanan) disaksikan Ketua KPU Arief Budiman (tengah) saat debat capres 2019 putaran kedua di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu (17/2/2019). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/aww.

tirto.id - Prabowo Subianto gagal dalam debat pilpres putaran kedua yang digelar Minggu (17/2/2019) kemarin. Setidaknya bekas Danjen Kopassus ini hanya beretorika tapi miskin data. Dari 2.789 kata yang keluar dari mulut Prabowo, ia hanya menyebut angka dalam 20 kali. Disingsetkan lagi, angka-angka yang disebut itu hanya sampiran, bukan inti dari yang ia sampaikan.

Jumlah ini amat timpang dibandingkan Jokowi yang menyebut angka sebanyak 98 kali--meski pernyataannya juga kerap tak akurat.

Dia juga kalah telak ketika Jokowi bertanya soal 'unicorn' dan kepemilikan lahan.

Meski di dalam arena debat Prabowo bisa dibilang kalah, tapi tidak di luar lapangan. Sesaat setelah debat hingga satu hari kemudian, muncul komentar-komentar dari tim kampanye dan simpatisan yang intinya, seperti dikatakan Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komarudin kepada reporter Tirto, berupaya memenangkan opini setelah debat.

Kata Ujang, apa yang muncul kemudian adalah upaya menetralisir dampak debat: membangun narasi untuk mengesankan Prabowo sebenarnya "mampu" atau "bisa" mengalahkan Jokowi. Namun hal ini tidak sepenuhnya baik.

"Seharusnya dalam debat dibalas dalam debat, bukan malah di luar. Karena di luar itu bisa bicara apa saja yang jadi isu liar," ucap Ujang kepada reporter Tirto, Senin (18/2/2019).

Ujang menyarankan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi sesegera mungkin mengevaluasi kinerja jagoannya, ketimbang menuduh.

"Persiapan Prabowo harusnya yang diperbaiki. Persiapan Prabowo harus lebih baik, jangan seperti kemarin," ucapnya.

Beragam Tuduhan

Salah satu 'serangan' paling awal adalah soal dua wadah undian berisi daftar pertanyaan untuk masing-masing kandidat. Direktur Relawan BPN, Ferry Mursyidan Baldan, mengatakan dengan dua wadah itu ada kemungkinan pertanyaan telah disortir. Ia mengatakan teknis itu sebetulnya telah ditolak dalam rapat bersama Komisi Pemilihan Umum, tapi toh terus dipakai.

Komisioner KPU Wahyu Setiawan telah menyanggah anggapan ini. Kepada reporter Tirto, tadi siang, Wahyu mengatakan kalau "pada prinsipnya tidak ada kecurangan menyangkut teknis penyelenggaraan debat."

Ada lagi Dewan Pengarah BPN, Fadli Zon, yang mengatakan panelis sebetulnya tak dibutuhkan. Lulusan Sastra Rusia UI sekaligus Wakil Ketua DPR ini merasa debat berlangsung lebih intensif ketika memasuki sesi tanya-jawab antar-capres.

"Mendingan saling tanya saja masing-masing. Panelis diistirahatkan saja," kata Fadli di lokasi debat.

Kemudian ada lagi tuduhan kalau Jokowi menggunakan earpiece kala debat. Untuk kasus ini, Juru Bicara BPN Ferry Juliantono mengatakan kalau isu itu tak datang dari mereka, tapi dari simpatisan. Meski demikian ia mengatakan memang "ada yang aneh dari pak Jokowi" selama 90 menit debat.

"Kami enggak menyampaikan itu. Itu beredar di sosial media, tapi memang ada yang aneh dari pak Jokowi. Tapi dari BPN sendiri kami tidak resmi menyampaikan hal itu," ucap Ferry kepada reporter Tirto.

Jokowi sendiri telah menyanggah pakai earpiece. KPU pun mengkonfirmasi hal serupa.

Serangan Balik

Juru Bicara BPN lainnya, Andre Rosiade, kemudian merasa Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf harus segera mengklarifikasi tuduhan soal penggunaan earpiece. "Supaya tidak jadi fitnah dan isu liar," katanya.

Gayung bersambut. TKN membalas omongan Andre, tapi bukan klarifikasi. Sekretaris TKN Hasto Kristiyanto malah menyerang balik kubu lawan dengan menyebut sikap-sikap yang demikian bukanlah contoh ksatria.

Hasto menilai apa yang dilakukan kubu paslon nomor urut 02 itu hanyalah usaha menyalahkan orang lain. Tindakan ini, menurut Hasto, dilakukan untuk menutupi kekalahan debat Prabowo dari Jokowi.

"Lagi-lagi politik kambing hitam diterapkan. Jangan hanya karena kalah debat, lalu menggunakan berbagai cara untuk menutupi kekalahan Prabowo tadi malam," kata Hasto melalui keterangan tertulis yang diterima Tirto.

Alih-alih 'menembak' sana-sini, Hasto menilai tim sukses harusnya mengevaluasi ketidakmampuan Prabowo mengeksplorasi debat. Salah satu poin yang menurut Hasto menunjukkan kekalahan Prabowo adalah soal unicorn--gelar yang diberikan pada suatu startup yang memiliki nilai valuasi (nilai dari startup, bukan sekadar pendanaan yang diraih dari investor) lebih dari 1 miliar dolar AS.

"Jangan biasakan politik kambing hitam. Politik kambing hitam adalah sikap tidak kesatria yang seharusnya dihindari dalam kontestasi demokrasi."

Baca juga artikel terkait DEBAT CAPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Politik
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Rio Apinino