Menuju konten utama

PP Pemuda Muhammadiyah Harap Kasus Novel Baswedan Tak Buntu

PP Pemuda Muhammadiyah menilai kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan seharusnya tidak menjadi buntu.

PP Pemuda Muhammadiyah Harap Kasus Novel Baswedan Tak Buntu
danhil anzar simanjuntak.antara foto/fauziyyah sitanova/spt/16

tirto.id - Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak beranggapan bahwa kasus penyiraman air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan seharusnya tidak menjadi buntu.

Menurut Danil pihak kepolisian kini ini malah lebih fokus dalam membuat Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan menunggu kesediaan Novel daripada menemukan pelaku penyiraman air keras terhadapnya.

“Kita khawatir Novel malah dikriminalisasi,” katanya pada Sabtu (5/8/2017) di acara diskusi di daerah Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat.

Baca juga: Polri Persilakan KPK untuk Awasi Penyidikan Kasus Novel

Sebelumnya, Novel dilaporkan ke kepolisian pada 26 Juli 2017 lalu oleh Nico Panji Tirtayasa selaku saksi kasus penyuapan bekas Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar. Dalam pengakuannya, Nico mengatakan bahwa Novel melakukan ancaman dan menyuruh Nico membuat kesaksian palsu.

Pelaporan Novel Baswedan ke polisi membuat Dahnil pesimis kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan akan tuntas. Sedari awal ia mengaku ada keganjilan dalam sistem prosedural kepolisian dalam kasus tersebut. Seharusnya, tanpa BAP pun kepolisian sudah menjalin komunikasi dan diskusi dengan Novel, katanya.

“Dan data-data intelijen polisi harusnya cukup untuk menjadi data untuk mengejar pelaku sampai kemanapun,” jelasnya.

Baca juga: Novel Baswedan Diminta Istirahat Total Dua Minggu ke Depan

Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo menilai bahwa BAP bukanlah unsur utama dalam kasus yang menimpa Novel Baswedan. Permintaan pihak-pihak tertentu agar menyelesaikan BAP, bagi Adnan, hanyalah usaha untuk menunda penyelesaian kasus. Ia menilai dalam kasus penyerangan seharusnya pihak kepolisian lebih cepat bertindak.

“Ya pake logika saja. Dalam kasus penyerangan tidak masuk dalam delik aduan seharusnya, karena sudah jelas,” katanya.

Sementara itu anggota Komisi III DPR RI Masinton Pasaribu berharap agar kinerja polisi jangan terpengaruh oleh tekanan-tekanan dari pihak luar.

Persepsi di masyarakat sendiri menganggap kasus Novel lambat diurus karena berhubungan dengan kasus korupsi atau ada pihak kepolisian yang terlibat korupsi. Tapi, Masinton mengingatkan bahwa bisa saja ada faktor lain yang menimbulkan kejadian tersebut. Ia mengingatkan bahwa yang berkembang itu hanya asumsi saja.

“Jangan dikatakan korupsi sebagai satu-satunya faktor. Bisa buntu ini polisinya,” tegas Masinton yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Pansus Angket KPK.

Baca juga: KPK Siap Temani Polisi Periksa Novel di Singapura

Masinton memaklumi jika ada pihak yang geram dengan lambatnya penyelesaian kasus hukum. Tapi ia juga berpendapat bahwa kondisi ini tidak terlepas dari sikap Novel Baswedan yang kurang kooperatif dengan pihak kepolisian.

Masinton tak melihat alasan kuat atas penolakan Novel untuk memberikan BAP. Kalau memang ada ‘jenderal besar’ yang terlibat, lanjutnya, Masinton meminta Novel untuk tidak berpolitik. Novel diminta cukup untuk menuangkan perkataannya itu ke dalam BAP dibanding mengatur persepsi publik.

Mendengar hal ini, Dahnil yang duduk di sebelah kanan Masinton langsung berkata, “Memang sudah buntu.”

Adnan menambahkan bahwa faktanya mata dari Novel Baswedan sudah mengalami kerusakan yang cukup parah. Ia beranggapan apabila masyarakat merasa polisi belum buntu dalam melakukan penyelidikan, “Lalu untuk mengatakan ini buntu butuh waktu berapa lama lagi?”

Ia pun mengingatkan bahwa sejak 2015 silam kasus yang melibatkan kepolisian masih ada yang belum terungkap, yakni kasus kekerasan terhadap peneliti ICW Tama S. Langkun.

Baca juga artikel terkait NOVEL BASWEDAN DISIRAM AIR KERAS atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Hukum
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Akhmad Muawal Hasan