tirto.id - Indeks Dow Jones naik lebih dari 220 poin pada Jumat (26/1/2018) akhir pekan lalu dan mencapai rekor terbarunya. Sejak awal 2018, indeks acuan ini sudah 7,7 persen. Dalam 18 hari perdagangan, indeks Dow Jones membukukan 11 kali rekor dan saat ini berada pada posisi 26.616. Selain indeks Dow Jones, indeks Standard & Poor’s 500 dan indeks Nasdaq juga membukukan rekor tertinggi.
Banyak faktor yang membuat indeks Dow Jones terus melaju tanpa terbendung. Pelemahan dolar AS membuat perusahaan AS yang beroperasi di luar negeri menikmati kenaikan penjualan. Selain itu perekonomian global juga menguat..”Pasar digerakkan oleh optimisme,” kata Quicy Krosby, Chief Market Strategist pada Prudential Financial seperti dikutip USA Today.
Tidak hanya investor institusi, para investor ritel juga terlihat kembali ke pasar. Pekan lalu, menurut Bank of America ada aliran dana sebesar 33,2 miliar dolar AS ke pasar saham.
Para investor juga tergerak oleh berita ekonomi yang lebih solid lagi. Pemerintah melaporkan bahwa PDB bertumbuh sebesar 2,6 persen pada kuartal keempat 2017. Angka ini lebih rendah dari perkiraan yang sebesar 3 persen, tetapi tetap ada penguatan.
Penguatan tersebut juga tidak terlepas dari pidato yang yang disampaikan Presiden Donald Trump pada Forum Davos, Swiss. Dalam pidatonya, Trump memaparkan berbagai kesuksesan AS sekarang ini, termasuk pasar modal yang terus menguat, tingkat kepercayaan konsumen tertinggi dalam dua dekade dan pengangguran rendah. “Amerika terbuka untuk bisnis. Ini adalah saat yang terbaik untuk membawa bisnis dan investasi Anda ke AS,” kata Trump.
Terus menanjak
Sebenarnya, indeks Dow Jones sudah menapaki tren kenaikan sejak Donald Trump berkuasa awal November tahun lalu. Seperti dilansir The Guardian, para pelaku pasar berpendapat, janji-janji Trump yang diungkapkan pada kampanye tahun lalu seperti melakukan batasan perdagangan dan membangun tembok sepanjang perbatasan Meksiko tampaknya tidak akan terjadi.
Indeks Dow Jones sudah naik lebih dari 7.000 poin atau sekitar 40% sejak Presiden Trump terpilih. Beberapa saham malahan sudah naik sangat tinggi sejak Trump menjadi presiden, seperti saham Amazon yang naik 65%, saham Netflix naik 80%, saham Nvidia naik 213%. Demikian pula saham Bank of America yang naik 83%, atau Best Buy yang naik 90%.
Para pialang saham melihat kesempatan lain. Janji Trump untuk memangkas pajak korporasi dan perorangan tampaknya lebih masuk akal. Para pebisnis menyukai ide ini. Janji Trump untuk memangkas regulasi khususnya pada perbankan juga membuat saham-saham bank menguat. Dilihat dari kacamata bisnis, janji-janji Trump ini memang mendukung para pebisnis di AS, termasuk perusahaan-perusahaan yang tercatat di bursa.
Jika benar dilakukan, rencana pemangkasan pajak usulan Trump akan memangkas pajak perusahaan dan individu senilai 6 triliun dolar AS. Dana ini dapat dimanfaatkan oleh perusahaan untuk terus berekspansi. Sementara individu dapat memanfaatkan sisa pajak untuk dibelanjakan atau untuk investasi.
Selain itu, emiten-emiten juga membukukan kinerja yang cukup solid. Perekonomian AS pun diharapkan terus bertumbuh lebih tinggi lagi. Faktor-faktor tersebut membuat indeks di bursa saham terus menguat.
Kenaikan kencang Dow Jones ini bukan berarti tidak ada risiko di pasar saham AS. Secara historis ada beberapa hal yang dapat membuat kenaikan itu berbalik seperti laju inflasi yang tiba-tiba. Beberapa tahun ini, tingkat inflasi di AS rendah dan pasar tenaga kerja sedang mencapai masa puncaknya, tingkat pengangguran merupakan terendah dalam 17 tahun terakhir. Secara teori, kenaikan gaji akan mendorong inflasi menjadi lebih tinggi.
Jika kenaikan inflasi terjadi lebih tinggi ketimbang perkiraan bank sentral, bukan tidak mungkin Fed akan lebih cepat menaikkan suku bunganya. Tidak hanya Fed yang menjadi perhatian para investor. Bank sentral lainnya pun diperhatikan. Faktor risiko Dow Jones termasuk dalam perhitungan bank sentral. Tingkat suku bunga yang sangat rendah membuat bisnis cepat berkembang. Investor pun lebih memilih saham ketimbang produk perbankan. Sebaliknya, jika bank-bank sentral menaikkan suku bunga terlalu cepat, pertumbuhan perusahaan akan melambat.
Risiko lainnya adalah perang dagang dan perang sesungguhnya. Aturan-aturan perdagangan dapat menghambat kinerja emiten-emiten di Wall Street. Apple misalnya, membukukan penjualan 63 persen dari pasar di luar negeri. Jika pemerintah AS memberlakukan aturan yang menghambat mitra dagangnya,bukan tidak mungkin perusahaan AS di luar AS pun akan terkena dampak.
Situasi politik dapat memanas. Perang yang terjadi juga dapat membuat laju indeks Dow Jones menjadi berbalik melemah.
Bagaimana kenyataannya, tahun 2018 menarik untuk terus mencermati pergerakan indeks Dow Jones ini.
Penulis: Yan Chandra
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti