Menuju konten utama

Potensi Layanan Kesehatan Kolaps Saat Kasus Corona Terus Meningkat

Jika kasus Corona terus menanjak dan tak ada intervensi berarti, fasilitas kesehatan Indonesia bisa kolaps, kata pakar.

Potensi Layanan Kesehatan Kolaps Saat Kasus Corona Terus Meningkat
Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak (RSKIA) Bandung, Jawa Barat, Senin (13/7/2020). (ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/wsj)

tirto.id - Jumlah kasus positif Corona atau COVID-19 terus bertambah. Hampir setiap pekan ada 'rekor' penambahan kasus harian terpecahkan. Di sisi lain, rumah sakit semakin penuh dan tenaga kesehatan bergelimpangan.

Kamil Muhammad, salah satu pendiri PandemicTalks, mengatakan jika situasi ini tidak diintervensi oleh pemerintah secara signifikan, “kolapsnya sistem kesehatan kita tidak terhindarkan”. “Kalau cuma jargon sih enggak ada yang berubah,” katanya kepada reporter Tirto, Kamis (13/8/2020).

PandemicTalks adalah inisiatif untuk mengisi gap informasi ke masyarakat terkait COVID-19 dengan analisis-analisis dari data yang ada. Salah satu prediksi mereka adalah keruntuhan sistem kesehatan di masa pandemi.

Berdasar analisis PandemicTalks dengan menggunakan data dari Kementerian Kesehatan (Kemkes) dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), tingkat keterisian tempat tidur rumah sakit COVID-19 mencapai 40,2 persen alias 15.182 dari total 37.726, sehingga yang tersisa sebanyak 22.544, per Kamis (7/8/2020).

Angkanya memang tampak tak mengkhawatirkan. Ini karena tak semua pasien dirawat di rumah sakit. Pada hari itu di Indonesia terdapat 38.076 active case alias pasien yang masih dirawat, 22.894 (60,1 persen) di antaranya menjalani isolasi mandiri.

Jika didetailkan per daerah, ada sebagian provinsi yang tingkat keterisian kasur rumah sakitnya di atas 50 persen. Provinsi Papua misalnya. Di sana kasur telah terisi 94,3 persen--terisi 446 dari total 473. Sementara Sumatera Utara yang menyediakan 1.410 tempat tidur telah terisi 793 (56,2 persen). Lalu Kalimantan Tengah memiliki 719 tempat tidur, dan 396 (55,1 persen) di antaranya telah terisi. Kasur yang tersisa tinggal 323.

Sementara di Jakarta, episentrum pertama Corona sebelum kemudian menyebar ke mana-mana, tempat tidur yang telah terisi sebanyak 2.317 dari total 4.827 (48 persen), atau tersisa 2.510 tempat tidur. Di Jawa Timur, yang merupakan salah satu zona merah, terdapat 7.328 tempat tidur tersedia, dan 3.407 (46,5 persen) di antaranya sudah terisi sehingga tersisa 3.921.

Hitungan itu belum memasukkan rumah sakit yang berhenti beroperasi sementara karena personelnya terinfeksi COVID-19.

“Jumlah itu [tempat tidur yang tersedia] tidak ideal sama sekali karena enggak jelas pembagian jumlah bed high care dan ICU-Ventilatornya. Kalau yang kosong buat yang mild (gejala ringan) semua ya sama saja,” kata Kamil.

Kamil juga menyebut jumlah tempat tidur yang tersedia untuk menangani pasien COVID-19 masih jauh di bawah negara-negara lain. Korea Selatan memiliki 11,5 tempat tidur isolasi per 1.000 penduduk, Cina 4,2 per 1.000. Negara tetangga seperti Malaysia memiliki 1,9 tempat tidur dan Singapura 2,4. Indonesia? hanya memiliki 1,2 tempat tidur isolasi per 1.000 penduduk.

Begitu pun ICU. Indonesia hanya memiliki 2,7 tempat tidur ICU per 100 ribu penduduk, sementara Malaysia 3,4 dan Singapura 11,4.

Dari aspek ketersediaan dokter, Indonesia hanya memiliki empat dokter per 10 ribu penduduk. Bandingkan dengan Malaysia yang memiliki hampir empat kali lipatnya, yakni 15 dokter per 10 ribu penduduk, Cina 18 dokter per 10 ribu penduduk, Singapura 23 dokter per 10 ribu penduduk, dan Korea Selatan 24 dokter per 10 ribu penduduk.

Kenyataan ini diperparah dengan tingkat kematian tenaga kesehatan akibat COVID-19 di Indonesia salah satu yang terburuk di dunia. Proporsi kematian tenaga kesehatan terhadap total kematian mencapai 2,4 persen. Bandingkan dengan Brazil dan Amerika Serikat, yang proporsi kematian tenaga kesehatannya 'hanya' 0,48 persen dan 0,37 persen.

Per 7 Agustus total ada 155 tenaga kesehatan yang gugur dalam penanganan COVID-19, 74 di antaranya dokter dan 55 perawat.

Juru Bicara Penanganan COVID-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Erlina Burhan juga memberikan gambaran betapa tak memadainya fasilitas kesehatan di Indonesia, Selasa (11/8/2020) lalu.

Sebanyak 80 persen pasien COVID-19 tanpa gejala dan kebanyakan bisa sembuh seperti sedia kala. Sisanya memerlukan perawatan. 5 persen dari 20 persen itu perlu mendapatkan perawatan di ICU dan 2 sampai 3 persen di antaranya meninggal dunia.

Ketika kasus mencapai 150 ribu, katanya, kalau 20 persennya memerlukan perawatan dan 5 persen butuh ruang ICU, “maka rumah sakit banyak yang kolaps.”

Erlina lalu mencontohkan di rumah sakit tempatnya bekerja, RS Persahabatan, sejak dua pekan terakhir telah kelebihan kapasitas. “Kasus naik terus dan bed occupancy rate (BOR) kami sudah 90 persen. Sudah bisa dikatakan penuh. Dan antrean yang ingin masuk setiap harinya itu 50-70 kasus, umumnya meminta perawatan ICU dan terpaksa kami tolak,” kata dia.

Ketua Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia Dedi Supratman mengatakan penuhnya kapasitas rumah sakit adalah “konsekuensi logis” karena tren penambahan kasus masih tinggi. “Kalau jumlah positif meningkat pasti fasilitas pelayanan kesehatan rumah sakit ini juga harus siap. Ini yang kami khawatirkan,” ujarnya kepada reporter Tirto, Kamis (13/8/2020).

Oleh karena itu sangat penting untuk berupaya mencegah kasus naik melebihi kemampuan layanan kesehatan. Pemerintah harus benar-benar mengeluarkan kebijakan yang kuat. Regulasi yang ada sekarang, katanya, belum cukup.

Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito mengatakan kapasitas tempat tidur rumah sakit untuk penanganan COVID-19 saat ini mencapai 66 persen. Angka itu menurutnya masih aman.

“Rata-rata yang aman adalah 60 sampai 80 persen per bulan. Artinya masih ada buffer sekitar 14 persen menuju 80 persen,” ujarnya, Kamis (13/8/2020).

Meski terkendali, apabila keadaan bertambah buruk, pemerintah telah mempersiapkan rumah sakit lain, katanya. Selain itu, ia juga ingin agar masyarakat yang memiliki gejala COVID-19 segera lapor ke fasilitas kesehatan agar dapat ditangani lebih awal dan bisa melakukan isolasi mandiri, jika tidak parah. Isolasi mandiri tidak menambah bengkak beban rumah sakit.

Baca juga artikel terkait CORONA DI INDONESIA atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Irwan Syambudi
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Rio Apinino