tirto.id - Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) Gatot S Dewa Broto “menantang” para petinggi Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) dan operator liga agar tidak merangkap jabatan di klub. Alasannya, hal itu berpotensi terjadi konflik kepentingan seperti pengaturan skor.
“Kalau memang selama ini mereka mengagung-agungkan FIFA, kenapa Pasal 18 ayat (2) statuta FIFA tidak diterapkan? Kenapa terjadi potensi dugaan pelanggaran [pengaturan pertandingan]” kata Gatot, di acara diskusi ‘Sepak Mafia Bola’, di kawasan Gondangdia, Jakarta Pusat, Sabtu (5/1/2019).
Gatot berkata, seharusnya mereka yang menjabat di federasi tidak ada kepemilikan saham dalam klub. Sebab, kata dia, dikhawatirkan dapat diduga mengatur pertandingan yang menguntungkan bagi tim miliknya.
“Akan lebih elok jika mengikuti aturan FIFA, karena selama ini PSSI menyatakan patuh kepada statuta FIFA,” kata Gatot.
Namun demikian, kata Gatot, Kemenpora tidak bisa ikut campur dalam masalah rangkap jabatan ini, lantaran pada Pasal 13,14, dan 17 statuta FIFA melarang campur tangan dan intervensi dari siapa pun, termasuk pemerintah.
“Maka kami akan suarakan melalui acara diskusi seperti ini, mengedukasi para pemangku kepentingan di PSSI agar timbul kesadaran bahwa ada pasal tertentu statuta FIFA yang harus dipatuhi secara konsisten,” kata Gatot.
Karena itu, kata Gatot, dalam kongres PSSI nanti, federasi dapat membuat regulasi perihal rangkap jabatan ini.
“Mereka memungkinkan untuk melakukan amandemen dalam kongres itu. Kami tidak mau mendorong mereka, nanti dikira campur tangan dan kami dianggap melanggar peraturan FIFA. Terserah PSSI,” kata Gatot.
Pernyataan Gatot ini tentu cukup beralasan, mengingat saat ini ada sejumlah petinggi PSSI dan operator liga yang memiliki saham mayoritas di masing-masing klub. Antara lain: Iwan Budianto (Arema FC), Edy Rahmayadi (PSMS Medan), Glenn Sugita (Persib Bandung), Joko Driyono (Persija Jakarta), Iwan Budianto (Arema), Pieter Tanuri (Bali United) dan Yoyok Sukawi (PSIS Semarang).
Berdasarkan statuta federasi sepakbola dunia (FIFA) yang berlaku April 2016 [PDF], pemilik klub dan pengurus perkumpulan sepak bola memang tidak dilarang untuk rangkap jabatan. FIFA hanya menyorot soal kepemilikan pengurus terhadap lebih dari satu klub oleh satu individu tertentu, baik itu melalui perusahaan induk atau pun anak perusahaannya.
“Dalam keadaan apa pun, tidak seorang pun atau badan hukum termasuk induk perusahaan dan anak perusahaannya dapat mengendalikan lebih dari satu klub atau grup yang menyebabkan integritas suatu pertandingan sepak bola diragukan,” demikian yang tertulis dalam Pasal 19 Statuta PSSI.
Menanggapi hal ini, Anggota Exco PSSI Gusti Randa mengatakan rangkap jabatan merupakan urusan masing-masing individu. Menurut dia, terserah mereka mau rangkap jabatan di klub atau tidak. Sebab, kata dia, belum ada regulasi yang mengatur soal rangkap jabatan ini.
Selama ini, kata Gusti, tidak rangkap jabatan dilakukan hanya berdasarkan kesadaran pribadi.
Ia mencontohkan dirinya yang diusung oleh Asosiasi Provinsi PSSI DKI Jakarta, Persija dan Villa 2000 FC. Menurut dia, ketiganya berafiliasi di ibu kota dan merupakan pemilih (voter) yang mengusulkan dirinya menjadi anggota Exco PSSI.
“Setelah itu, saya tidak ada lagi urusan dengan mereka. Saya melepaskan diri berdasarkan kesadaran pribadi,” kata Gusti dalam sebuah acara diskusi di kawasan Gondangdia, Jakarta Pusat.
Namun, kata Gusti, meski belum ada regulasi yang mengatur soal rangkap jabatan, ia tetap berharap ada regulasi soal dualisme itu. Sebab, kata Gusti, rangkap jabatan tetap berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.
“Rangkap jabatan harus dihindari karena diduga memunculkan potensi kepentingan,” kata Gusti Randa.
Akan tetapi, kata Gusti, isu rangkap jabatan ini belum tentu dibahas dalam Kongres PSSI yang direncanakan berlangsung pada 20 Januari 2019. Hal ini, kata dia, tergantung pada keputusan voter.
“Kongres PSSI yang punya kedaulatan itu voter. Sementara ini, belum ada agenda itu [usulan tidak rangkap jabatan]. Kalau sekarang dianggap penting, tentu voter akan mengusulkan hal tersebut dibahas saat kongres,” kata Gusti.
Suara Paguyuban Suporter
Sementara itu, Ketua Umum Paguyuban Suporter Timnas Indonesia (PSTI), Ignatius Indro menyatakan seharusnya suporter juga dilibatkan dalam memilih anggota Exco.
“Sejauh ini suporter tidak memiliki hak suara, kami hanya bisa beropini atau sekadar memberikan keterangan pers. Itu yang menjadi kerepotan kami,” kata Indro.
Indro mencontohkan bentuk peraturan yang dapat dibentuk PSSI, misalnya dalam setiap klub, suporter wajib memiliki saham serta suporter punya hak suara di Kongres PSSI.
Ia berpendapat dualisme jabatan berpotensi menimbulkan kecurangan pertandingan. “Kalau dia rangkap jabatan, akan memengaruhi pertandingan. Karena dia mau klubnya berprestasi. Jadi, harus ada perbaikan regulasi baik Exco maupun pengurus PSSI,” kata Indro.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Abdul Aziz