tirto.id -
"Laporan belum. Masih terlalu sumir, terlalu tipis," jelas Setyo hari ini, Rabu (4/10/2017).
Menurut Setyo, laporan polisi sepatutnya tidak akan diproses jika hanya dengan adanya laporan masyarakat. Laporan itu harus disertai dengan bukti yang lengkap dan data awal yang kuat. Hal inilah yang mesti dilengkapi dahulu oleh Madun.
"Minimal ada lah data awal agar tidak menggelundung gitu aja agar tidak jadi fitnah. Paling tidak untuk jadi titik tolak penyidik untuk lanjut," tandasnya di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta.
Setyo mengatakan bahwa belum da koordinasi terkait laporan Madun dengan pihak KPK. Sesuai prosedur, laporan bisa diterima, tetapi belum tentu diproses. "Kalau ga dilengkapi, ya ga bisa dinaikkan jadi laporan polisi. Kalau ada ya nanti naik jadi LP," tegasnya.
Meski ada bukti yang dibawa Madun ke Bareskrim, Setyo menilai buktinya masih sangat lemah. Tentunya polisi juga akan menyelidiki lebih lanjut soal bukti tersebut, tetapi setelah bukti awal mencukupi.
"Belum cukup. Saya bisa aja bilang mas ngelakuin korupsi ini-ini. Apa cukup? Kan enggak. Harus ada data-data transaksinya. Paling enggak itu," ungkapnya lagi.
Mabes Polri menerima surat penerimaan aduan kemarin terkait Ketua KPK Agus Rahardjo yang dilaporkan atas dugaan tindak pidana korupsi pengadaan sejumlah barang terkait pembangunan gedung baru KPK pada 2016.
Surat Tanda Penerimaan Laporan/ Pengaduan dengan nomor register Dumas/30/X/2017/Tipidkor tertanggal 2 Oktober 2017 itu dilayangkan oleh LSM Gerakan Penyelamat Harta Negara Republik Indonesia (GPHNRI) kepada Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Mabes Polri.
“Mau kemana lagi? Kalau saya lapor ke KPK, jelas tidak akan jalan,” tandas Ketua Umum LSM GPHNRI, Madun Hariyadi saat dikonfirmasi Tirto, Selasa (3/10/2017).
Madun meyakini adanya konspirasi dan pemufakatan jahat antara perusahaan pemenang tender dengan Ketua KPK, Agus Rahardjo terkait pengadaan pembangunan infrastruktur jaringan IT gedung baru KPK.
Hal ini lantaran hanya ada satu perusahaan yang mengikuti tender pada masing-masing proyek tersebut. Total terdapat tujuh item yang dilaporkan dengan nilai proyek sebesar Rp 153,3 miliar. Di antaranya pengadaan barang IT senilai Rp 7,8 miliar, Radio Trunking senilai Rp 37,7 miliar, Jasa W6 dan W5 Mesin Induk MTU senilai Rp 39,9 miliar, Pembangunan ISS dan BAS gedung baru KPK senilai Rp 25,4 miliar, Pembangunan Security System senilai Rp 14,7 miliar, Perangkat System Layanan Berbasis senilai Rp 14,3 miliar, dan Pembangunan Jaringan Infrastruktur Eksternal senilai Rp 14,3 miliar.
“Ada indikasi Rencana Kerja dan Syarat-Syarat (RKS)-nya dikunci. Maka peserta tender lain tidak bisa masuk, padahal perusahaan IT itu ada ratusan di Indonesia. Itu kan dilarang di Perpres 54 Tahun 2010,” jelas Madun.
Baca juga:Ketua KPK Dilaporkan ke Bareskrim Soal Dugaan Korupsi Gedung Baru
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri