tirto.id -
Kadiv Humas Polri Irjen Muhammad Iqbal menyampaikan bahwa kematian sembilan orang itu masih dalam penyelidikan Polri.
Untuk menangani kasus ini, kepolisian membentuk tim pencari fakta yang diketuai oleh Irwasum Polri. Namun, sementara ini polisi menduga bahwa sembilan orang korban adalah perusuh.
"Kami harus sampaikan bahwa 9 korban meninggal dunia kami duga perusuh. Penyerang. Diduga ya," tegas Iqbal di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa (11/6/2019).
Namun, Iqbal tidak menjelaskan dasar penilaian tersebut. Dalam kasus ini, penyelidikan Polri memang belum sempurna. Beberapa kasus salah tangkap juga sempat terjadi dan diadukan ke KontraS.
Jumlah orang meninggal ini juga diakui Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara. Menurut Beka, jumlahnya memang 9 orang, terdiri dari 8 orang Jakarta dan 1 orang dari Pontianak.
Empat orang meninggal karena peluru tajam, sedang lainnya belum diketahui.
"Kami masih belum bisa menyimpulkan," tegas Beka kepada Tirto.
Amnesty International Indonesia juga menyoroti pihak kepolisian yang dinilai luput menjelaskan kepada publik terkait korban jiwa serta pelaku penembakan yang mengakibatkan tewasnya sejumlah warga saat kericuhan Aksi 22 Mei.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa, menilai hal yang disampaikan polisi dalam konferensi pers tidak menyeluruh dan gagal mengungkap fakta penting mengenai korban tewas dalam peristiwa tersebut.
Sejumlah keluarga korban yang ditemui Amnesty International Indonesia disebutnya kecewa tidak ada pengungkapan pelaku pembunuhan untuk kemudian dibawa ke pengadilan.
"Seharusnya polisi mengungkapkan bukti-bukti yang memadai tentang penyebab kematian mereka terlebih dulu, lalu mengumumkan siapa-siapa yang patut diduga sebagai pelaku penembakan terhadap mereka," ucap Usman, dalam rilis tertulis, sebagaimana diberitakan Antara, Selasa (11/6/2019).
Alih-alih menunjukkan perkembangan penyidikan tentang penyebab korban tewas dan pelaku yang harus bertanggung jawab, kata Usman, narasi yang disampaikan polisi hanya soal rencana pembunuhan dalam aksi 22 Mei.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Maya Saputri