Menuju konten utama

Polri: Densus Tipikor Bekerja Maksimal dengan Dana Rp975 M

Mabes Polri berjanji Densus Antikorupsi akan membongkar banyak kasus rasuah dengan nilai melampui anggaran pembentukan lembaga itu, yakni Rp975 miliar.

Polri: Densus Tipikor Bekerja Maksimal dengan Dana Rp975 M
Brigjen Pol Rikwanto, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri. ANTARA FOTO/Reno Esnir.

tirto.id - Kepolisian Republik Indonesia (Polri) mengusulkan anggaran Rp975 miliar untuk pembentukan Detasemen Khusus Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Densus Tipikor) atau Densus Antikorupsi.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri, Brigjen Pol Rikwanto berjanji dana negara sebesar itu tidak akan sia-sia. Dia optimistis hasil kerja Densus Antikorupsi akan memuaskan dengan temuan korupsi bernilai melebihi anggaran itu.

“Harus begitu (harus ada hasil). Harus dilihat nanti pelaksanaannya, dan saya yakin pasti melebihi dari biaya ini (Rp 975 M),” Kata Rikwanto di Mabes Polri, Jakarta pada Jumat (22/9/2017).

Dia menambahkan, “(bila) anggaran negara (dana Rp 975 M) masih tersisa, dikembalikan (ke negara).”

Rikwanto mengklaim pembentukan Densus Anti-Korupsi juga akan efektif mencegah kemunculan banyaknya kasus tindak pidana rasuah baru.

“Konteks penanganan korupsi harus ada efek deteren (jera). Jadi gebrakan-gebrakan yang dilakukan itu harusnya bisa mencegah orang untuk melakukan tindak korupsi,” kata Rikwanto.

Polri menargetkan Densus Anti-Korupsi resmi terbentuk pada Desember tahun ini. Karena itu, anggaran lembaga baru di bawah Polri ini diharapkan masuk dalam RAPBN 2017. Dengan begitu, menurut Rikwanto, Densus Anti-Korupsi bisa mulai bekerja pada 2018.

Dia juga membantah tudingan bahwa Polri membentuk Densus Anti-Korupsi sebab selama ini memiliki hubungan tidak harmonis dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Jangan kita kembali ke sana lagi. Jangan bicara kompetitor, kami bicara sinergi,” ujar dia. “Semuanya bersama-sama mencegah korupsi dan ternyata tidak cukup juga, malah makin banyak, makin marak.”

Rincian Penggunaan Dana Densus Antikorupsi

Rikwanto berpendapat dana Rp 975 M dari APBN itu sebenarnya minim mengingat akan dialokasikan ke Mabes Polri dan Polda di seluruh wilayah.

“Itu untuk pekerjaan operasional di tingkat Mabes dan Polda-polda. Itu kan dalam kaitan satu kasus indeksnya berapa. Jadi, di satu Polda, berapa kasus yang bisa diselesaikan dalam satu tahun,” kata dia.

Namun, Rikwanto belum memerinci pembagian nilai anggaran antara Mabes Polri dan semua Polda secara detail. Dia cuma menjelaskan pembagian itu akan didasarkan pada tingkat kerawanan korupsi setiap daerah.

“Pembagiannya saya belum dapat. Porsinya jelas seimbang. Tidak semua (wilayah) Polda ada potensi korupsi besar, seperti mungkin Polda yang kecil-kecil,” kata dia.

Dia mencontohkan, “Bengkulu mungkin ada sedikit. Yang banyak, di Jawa. Jadi, tren korupsi juga kami ukur. Di mana banyak kasus korupsi, dananya lebih besar diarahkan ke Polda di sana.”

Rikwanto melanjutkan standar biaya penanganan per-kasus akan sama dengan yang berlaku di KPK. Tapi, biaya tersebut juga belum termasuk dengan anggaran fasilitas. “Ada kasus korupsi ringan, sedang, dan berat,” kata dia.

Misalnya, dia menambahkan, biaya penanganan kasus berat bisa mencapai puluhan juta. Sementara kasus sedang biayanya belasan juta dan yang ringan tak melebihi Rp10 juta.

“Kalau dalam kasus korupsi yang disesuaikan dengan (yang ditangani) KPK, bisa sampai seratus juta per-kasus,” ujarnya.

Baca juga artikel terkait DENSUS ANTIKORUPSI atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Hukum
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Addi M Idhom