tirto.id - Polri membantah bahwa penangkapan terduga teroris selama ini merupakan skenario. Karopenmas Mabes Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo menanyakan bukti tudingan tersebut.
“Skenario apa? Bukti itu faktanya apa? Penangkapan dilakukan sejak Januari sampai sekarang, Maret puncak kejadian di Sibolga,” ujar Karopenmas Mabes Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Senin (20/5/2019).
Dedi menambahkan ditemukannya bahan peledak dalam penggeledahan kediaman pelaku, menjadi bukti kalau terduga teroris merencanakan aksi teror dengan menjadikan kepolisian sebagai sasaran utama penyerangan.
Dedi mengatakan berdasarkan pengakuan terduga teroris demokrasi dan pemilu merupakan hal haram dan merupakan ciptaan orang kafir.
“Karena haram, maka mereka akan menyerang itu,” sambung dia.
Bulan Ramadan juga menjadi dalih terduga pelaku untuk beraksi dengan alasan ingin mendapatkan surga.
“Momentumnya saat puasa, puasa itu momentum paling tinggi di kelompok mereka. Ketika mereka memerangi produk kafir di Ramadan akan buat mereka cepat masuk surga. Kalau mereka membiarkan, mereka pikir akan membatalkan keislamannya,” terang Dedi.
Densus 88 Antiteror telah menangkap 68 tersangka tindak pidana terorisme periode Januari-Mei 2019 di beberapa wilayah Indonesia yang memanfaatkan momentum Pemilu 2019 sebagai sasaran aksi.
Para pelaku menganggap demokrasi ialah paham yang tidak sejalan dengan mereka.
"Kelompok ini akan memanfaatkan momentum pesta demokrasi, karena bagi mereka demokrasi adalah paham yang tak sealiran dengan mereka," ujar Kadiv Humas Polri Irjen Pol M Iqbal di Mabes Polri, Jumat (17/5/2019).
Dari 68 tersangka itu, delapan orang meninggal dunia (tujuh orang ditembak karena mengancam nyawa petugas dan masyarakat, satu orang meledakkan diri di Sibolga).
Rincian penangkapan ialah empat pelaku pada Januari, satu pelaku pada Februari, 20 pelaku pada Maret, 14 pelaku pada April dan 29 pelaku pada Mei. Ditambah penangkapan tiga terduga teroris lainnya pada Jumat (17/5) yaitu satu orang dan Senin (20/5) sebanyak dua orang.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Nur Hidayah Perwitasari