tirto.id - Kadivhumas Polri Irjen Pol Setyo Wasisto menyatakan kepolisian akan membubarkan semua aksi demonstrasi pendukung Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Alasannya, pemerintah hari ini sudah resmi mencabut status badan hukum HTI dan menyatakan ormas ini dibubarkan.
Menurut Setyo, semua aksi demonstrasi atas nama HTI akan langsung dibubarkan oleh polisi. Kepolisian juga tidak akan menerima surat pemberitahuan unjuk rasa atas nama HTI.
"Surat pemberitahuannya tidak akan diterima polisi karena sudah tidak sah, tidak diakui," kata Setyo di Mabes Polri Jakarta, pada Rabu (19/7/2017) seperti dilaporkan Antara.
Setyo menyarankan bagi massa, yang menolak keputusan pemerintah membubarkan HTI, menempuh jalur hukum dan bukan aksi demonstrasi.
"Kalau tidak setuju pembubaran, sampaikan ke pengadilan," kata Setyo.
Hari ini Kemenkumham mengumumkan pembubarkan HTI dengan mencabut surat keputusan Menteri Hukum dan Ham tertanggal 2 Juli 2014 tentang pengesahan pendirian badan hukum ormas tersebut.
“Keputusan ini merupakan tindak lanjut atas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017,” kata Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU) Kemenkumham, Freddy Harris, dalam siaran persnya hari ini.
Menurut dia, meski AD/ART HTI mencantumkan Pancasila sebagai ideologi untuk Badan Hukum Perkumpulannya, fakta di lapangan berbeda. Kemenkumham menuding aktivitas HTI banyak bertentangan dengan Pancasila dan NKRI.
“Mereka mengingkari AD/ART sendiri,” ujar Freddy. Dia menegaskan, “Jika ada pihak-pihak yang berkeberatan dengan keputusan ini, silakan ambil jalur hukum.”
Pada Senin kemarin, Kuasa Hukum HTI, Yusril Ihza Mahendra menyatakan sudah mendaftarkan gugatan uji materi atas Perppu No. 2 tahun 2017 tentang Ormas ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Atas nama pemohon adalah HTI," ujar Yusril.
Yusril mengatakan HTI sebagai satu badan hukum publik mengajukan permohonan ke MK untuk menguji beberapa pasal maupun keseluruhan dari ketentuan dalam Perppu Ormas tersebut.
"Kami anggap seluruhnya bertentangan dengan UUD 1945," kata Yusril.
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom