Menuju konten utama

Polres Mimika Bubarkan Paksa Acara Adat Suku Amungme di Papua

Pembubaran dilakukan Polres Mimika dengan cara menembakkan peluru melalui senjata laras panjang.

Polres Mimika Bubarkan Paksa Acara Adat Suku Amungme di Papua
Selongsong peluru di halaman Kantor Lembaga Musyawarah Adat Suku Amungme (Lemasa) di Timika, Papua, Kamis (19/9/2019). foto/Lembaga Musyawarah Adat Suku Amungme (Lemasa).

tirto.id - Kapolres Mimika AKBP Agung Marlianto membubarkan paksa acara adat di halaman Kantor Lembaga Musyawarah Adat Suku Amungme (Lemasa), Timika, Papua, Kamis (19/9/2019). Peristiwa itu terjadi sekitar pukul 12.30 waktu setempat.

"Acara syukuran mahasiswa Mimika yang dilakukan di depan kantor Lemasa dibubarkan paksa oleh Kapolres Mimika Agung Marlianto dan anak buahnya," ucap Patrik Wetipo, anggota divisi monitoring hukum dan HAM Lemasa, ketika dihubungi reporter Tirto, siang tadi.

Dalih Polres Mimika membubarkan acara adat itu, kata Patrik, ialah untuk menjamin ketertiban umum. Dialog yang dibuka oleh perwakilan Lemasa tidak digubris oleh polisi, malah dibalas dengan berondongan tembakan.

"Mereka menembakkan peluru ke arah anak [masyarakat di lokasi] hingga masuk ke dalam kantor Lemasa. Kami pun jadi takut dan lagi berlindung di kantor Lemasa," tuturnya.

Penuturan serupa juga diungkapkan advokat dari Perkumpulan Advokasi Hak Asasi Manusia (PAHAM) Papua Gustaf Kawer. Ada sekitar lima selongsong yang diduga peluru tajam milik polisi telah dikumpulkan dari sekitar lokasi kejadian.

Gustaf menjelaskan, salah satu agenda acara adat itu, syukuran atas kembalinya pelajar dan mahasiswa ke Amungsa, wilayah Suku Amungme.

"Itu acara adat untuk mahasiswa asal Amungme. Mereka berencana untuk ibadah. Mereka sudah jelaskan itu," kata Gustaf kepada reporter Tirto.

Personil polisi yang membubarkan acara adat itu, kata Gustaf, sekitar 100 orang bersenjata lengkap. Sedangkan masyarakat yang mengikuti acara adat Suku Amungme, sekitar 300 orang. Sejauh ini diketahui ada 15 orang di antaranya yang ditangkap oleh Polres Mimika. Mereka dituding sebagai provokator.

"Kami bingung siapa yang provokator sebenarnya. Mereka sudah damai dan tenang malah dibubarkan," tuturnya.

Tindakan pembubaran paksa ini, kata Gustaf, menunjukkan bahwa Agung Marlianto tidak paham kondisi sosio-kultural di Papua. Agung dituding tidak mampu menghormati toleransi. Maka dari itu dia meminta Agung dipecat.

"Perlu evaluasi kepala Polri dan kepala Polda Papua untuk diganti. Ini rawan ke depan, berpotensi konflik," tegasnya.

Kini di lokasi kejadian, tenda yang dipasang untuk penutup panggung, telah dibongkar oleh polisi. Digeletakkan begitu saja di halaman Kantor Lemasa.

Sebelumnya Lemasa telah mengirimkan surat izin keramaian acara adat itu ke Kapolres Mimika, Rabu (18/9/2019) kemarin. Surat bernomor: 090/KT-LEMASA/SU/TMK/IX/2019 itu, ditandatangani oleh Ketua Lemasa Odizeus Beanal. Selain itu dibubuhi stempel logo Lemasa di atas tanda tangannya.

Polisi Curiga Penumpang Gelap

Baik Gustaf maupun Patrik mengirimkan rekaman suara dan rekaman video Kapolres Mimika AKBP Agung Marlianto. Isinya Agung memaparkan kecurigaannya terhadap acara adat itu.

"Saya pastikan ada penumpang gelap dan mereka ingin memindahkan situasi chaos di tempat lain ke sini. Sekali lagi, ada 13 orang yang kami amankan dan proses sekarang ini. Dengan hormat, bapak, ibu dan adik-adik yang ada di sini kembali ke rumah masing-masing," kata Agung.

Agung lantas menjelaskan, siap untuk memfasilitasi dialog usai acara adat itu dibubarkan. "Tapi bukan dengan berkumpul seperti tadi," ucapnya.

Sebelumnya, Gubernur Papua Lukas Enembe menjelaskan, ada 2.047 mahasiswa yang studi di luar Papua kembali ke kampung halamannya. Jumlah itu didapati usai Lukas bertemu dengan beberapa pimpinan daerah di Gedung Negara, Kota Jayapura, Papua, Senin (16/9/2019) malam.

Baca juga artikel terkait KONFLIK PAPUA atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Dieqy Hasbi Widhana