tirto.id - Kompolnas menyoroti langkah aparat kepolisian yang berupaya menerobos masuk Gedung LBH Jakarta, Menteng, Jakarta, Sabtu (16/9/2017). Kompolnas menilai, ada kesalahan yang dilakukan oleh polisi dalam aksi penertiban seminar 1965 serta penerobosan masuk di Gedung LBH Jakarta.
Komisioner Kompolnas Poengky Indarti menyoroti tiga poin pasca-insiden penundaan acara seminar 65. Pertama, Poengky melihat polisi salah kaprah menghentikan acara seminar 1965 dengan alasan tidak ada izin. Ia melihat acara seminar berada di dalam ruangan LBH sehingga boleh tanpa izin.
"Acara itu bukan acara keramaian yang memerlukan pemberitahuan kepada aparat kepolisian," tegas Poengky saat dihubungi Tirto, Sabtu (16/9/2017) malam.
Poengky menambahkan, acara yang digelar LBH merupakan acara yang baik. LBH merupakan organisasi yang berusaha mencerdaskan publik dan membela kaum yang tidak mendapat keadilan. Hal itu pun sudah terbukti lantaran dirinya pernah bekerja sama dengan YLBHI maupun LBH di Surabaya sebelum menjadi Komisioner Kompolnas.
Kedua, Poengky menyoroti kesalahan polisi dalam menjaga ketertiban. Ia menilai, polisi seharusnya melindungi dan mengamankan acara seminar 1965, bukan dengan menutup acara. Sebab. Acara tersebut merupakan acara publik dan polisi harusnya melindungi proses berjalannya seminar, apalagi hingga munculnya kelompok yang mengklaim anti-komunis.
"Seharusnya aparat kepolisian dapat melindungi peserta seminar dari ancaman kelompok-kelompok tersebut," tegas Poengky.
Ketiga, polisi harus bersikap adil karena kegiatan di LBH merupakan bentuk kebebasan berserikat dan berkumpul mengeluarkan pikiran dan pendapat yang dilindungi HAM. Apabila mereka dilarang, seharusnya kelompok yang pro-kekerasan tidak boleh memaksakan kehendak untuk membubarkan paksa acara.
Poengky khawatir, langkah Polri akan berimplikasi pada citra pemerintahan. Ia mengingatkan, pemerintah dulu sudah menginginkan adanya rekonsiliasi peristiwa 1965. Seharusnya pemerintah mendukung program tersebut, bukan dengan menutup acara.
Sementara itu, Komisioner Kompolnas lainnya Bekto Suprapto meminta polisi mengumumkan alasan mereka melakukan tindakan menerobos masuk Gedung LBH.
"Polri harus dapat menjelaskan apa saja alasannya sehingga bertindak demikian," kata Bekto kepada Tirto, Minggu (16/9/2017).
Apabila tidak, LBH punya hak untuk menagih jawaban. LBH merupakan lembaga yang dirugikan dalam penyerangan tersebut dan berhak meminta pertanggungjawaban dengan aksi tersebut.
Bekto mengingatkan, polisi memiliki tiga tugas pokok dalam insiden tersebut, yakni memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum dan melindungi, serta mengayomi dan melayani masyarakat.
Ia menambahkan, tidak semua tindakan Polri dalam rangka penegakan hukum, meski masyarakat awam sering menterjemahkan demikian. Akibatnya Polri sering dapat dianggap arogan dalam pelaksanaan tugasnya. Oleh karena itu, polisi harus memberikan penjelasan kepada publik agar tidak muncul kesan tindakan tersebut tidak bisa dipertanggungjawabkan
"Karena pada dasarnya setiap tindakan Polri harus dapat dipertanggungjawabkan," tegas Bekto.
Sebelumnya, YLBHI berencana menggelar diskusi seminar tentang pelurusan sejarah 65, Sabtu (16/9/2017) dan Minggu (17/9/2017). Akan tetapi, pada hari pertama, acara tersebut dihadang oleh sejumlah aparat kepolisian. Mereka menutup pintu masuk menuju LBH Jakarta.
Setelah diklarifikasi, aksi penutupan dilakukan karena pihak LBH tidak memiliki izin acara. Padahal, LBH mengklaim sudah berbicara dengan Kapolsek Menteng Kompol Ronald Purba untuk izin acara. Setelah dialog selama 2 jam, pihak panitia sepakat menunda acara hingga izin keluar. Sayang, tanpa alasan yang jelas, polisi menerobos masuk Gedung LBH Jakarta, Sabtu (16/9/2017) sore.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Yuliana Ratnasari