tirto.id - Pengacara Tim Advokasi Papua, Tigor Hutapea, mengatakan polisi melontarkan kalimat rasial saat menangkap mahasiswa Papua, Arina Elopere alias Wenebita Gwijangge. Pernyataan ini dia sampaikan setelah sidang perdana praperadilan yang menggugat penangkapan terhadap Arina, juga beberapa aktivis dari Front Rakyat Indonesia untuk West Papua, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (2/12/2019).
"Nanti kami hadirkan saksi yang menyatakan penangkapan itu ada ujaran diskriminasi rasial," kata Tigor. Arina sendiri rencananya hadir dalam sidang selanjutnya, dua hari lagi.
Ungkapan rasial ini, kata Tigor, dapat menyakiti hati orang Papua.
Pada 31 Agustus 2019, sekira pukul 18.00 WIB, Arina, Norince Kogoya, dan Naliana Gwijangge sampai di asrama Mahasiswa Nduga di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, setelah belanja di Indomaret. Jarak toserba dan asrama sekitar 15 meter.
Lantas lima polisi berpakaian preman datang, mengaku ingin ngobrol perihal budaya Papua.
Tapi ternyata perempuan 20 tahun itu ditangkap. Arina lantas meminta izin mengganti pakaian dulu lantaran saat itu ia mengenakan kaos tanpa lengan. Saat itulah ungkapan rasial keluar.
Anggota polisi itu, kata Tigor, mengatakan, "kalian itu orang hutan, memang dari sananya enggak pakai baju, naik sana ke mobil!"
Norince dan Naliana turut digiring.
Penangkapan tanpa disertai surat penangkapan. Telepon seluler ketiganya dirampas, lalu polisi mengoperasikannya, membaca pesan, mengambil informasi dan data pribadi tanpa izin ketiganya maupun dari pengadilan negeri setempat.
Ketiganya lantas dibawa ke Polda Metro Jaya untuk diperiksa atas dugaan makar. Mereka adalah peserta demonstrasi menentang rasisme terhadap orang Papua yang dilakukan di depan Istana Negara pada 28 Agustus 2019.
Usai pemeriksaan, Norince dan Naliana dibebaskan. Sedangkan Arina ditahan bersama lima orang lainnya yang juga dituduh makar. Lima orang itu adalah Suryanta Ginting (39), Anes Tabuni (31), Charles Kossay (26), Ambrosius Mulait (25) dan Isay Wenda (25).
Kini para tersangka mendekam di Rutan Salemba. Mereka juga mengupayakan praperadilan untuk membuktikan penangkapan oleh polisi cacat prosedur.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Rio Apinino